Rabu, 10 Agustus 2011

Proza Shadik Pandanwangi


Perintah Allah membayar zakat, benarkanlah dengan ketaatan.
Ketaatan membayar zakat, lembagakanlah berotoritas kultur baik.
Shadaqah, menangkanlah arusderasnya atas arus perputaran uang riba

Nama :
Program ini bernama Proza Shadik (Program Zakat Shadaqah Pendidikan) Pesantren Pandanwangi

Pengertian
Pengertian Shadaqah :
Pengertian shadaqah pada program ini secara umum adalah termasuk dalam infaq yaitu menafkahkan rizqi yang diberikan Allah di jalan-Nya sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa :

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(Yaitu) orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka (QS. 2/Al-Baqarah : 3)

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَاْلأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ
Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. 2/Al-Baqarah : 215)

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir (QS. 2/Al-Baqarah : 219)


Termasuk pengertian shadaqah pada program ini yang secara khusus adalah zakat maal sebagaimana yang difirmankan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa :

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk : 1) orang-orang fakir, 2) orang-orang miskin, 3) pengurus-pengurus zakat, 4) para mu'allaf yang dijinakkan hatinya, 5) untuk (memerdekakan) budak, 6) orang-orang yang berhutang, 7) untuk jalan Allah dan 8) orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS. 9/At-Taubah : 60)

Pengertian Pendidikan Pesantren Pandanwangi
Pendidikan Pesantren Pandanwangi adalah program yang mengikat warga binaan untuk berkomitmen, mengikuti menjadi bagian kegiatan komunitas santri yang terbina terpimpin melembagakan Iman, Islam dam Ihsan untuk taat beribadah dan bekerja professional terpusat di Masjid An-Nur Jl. Pandanwangi Timur I/16 Puri Gemah Sentosa Semarang Semarang dibawah tanggungjawab pembinaan Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar.

Melembagakan pelaksanaan rukun Islam ketiga yaitu zakat dalam kehidupan masyarakat muslim

Tujuan Pendidikan Pesantren Pandanwangi
Menjadi bagian pembangunan komunitas santri yang siap terpimpin bekerja professional dan taat beribadah kepada Allah dalam tata spiritualitas berbasis tauhid, kemandirian berbasis imtaq dan penguasaan keterampilan berbasis iptek.

Visi Program :
Melaksanakan ajaran Allah dan Rasul-Nya, dalam hal ini bershadaqah, semata-mata mentaatinya dalam keadaan terbina dan terpimpin mencapai cita-cita kemenangan di dunia dan di akhirat.

Missi Program :
Pertama       : Membina terbangunnya kembali institusi dan efektifnya fungsi ketaatan dan kepemimpinan komunitas muslim sejak dimulainya dari unit terkecil meniti jejak kenabian.

Kedua           : Menjalinkan ikatan saling mempersaudarai hamba-hamba Allah yang bersyukur atas kelapangan karunia yang diberikan Allah dengan sesamanya yang bersabar atas keterbatasan yang diujikan Allah dalam ikatan iman dan taat pada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa dan Rasul-Nya.

Ketiga           : Menghidupkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan bersama warga muslim  beribadah kepada Allah, menumbuhkembangkan shadaqah, membangkitkan semangatnya dan membangunkan kepercayaan dirinya menuju terbina dan terpimpin. Menuju terlaksanakannya segala bentuk beribadah kepada Allah yang tidak lagi terlucuti dari missi Pertama dan Kedua tersebut di atas.

Keempat       : Gerakan terpimpin bagi terbangunnya kembali tata prikehidupan warga muslim bersentralkan pada institusi dan efektifnya fungsi masjid/mushalla.

Penyelenggara :
Secara berjama'ah, terbina, terpimpin, sistematis, terorganisir dan merupakan jaringan diselenggarakan bersama dalam Komunitas Santri Pandanwangi berpusat di dan untuk memakmurkan Masjid An-Nur dan Mushalla As-Salam Puri Gemah Sentosa Semarang dibawah tanggung jawab Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar.

Sasaran :
Sasaran Umum : Warga muslim untuk digabungkan kedalam pemenuhan kebutuhan (hajat) asasi berkomitmen mentaati Allah dan Rasul-Nya termasuk untuk bershadaqah membebaskan diri dari belenggu keterikatan pada interest keunggulan standard materi dan status social.
Sasaran Khusus : Warga muslim untuk digabungkan kedalam warga binaan pemberdayaan diri beriman, taat beribadah, berjamaah, terpimpin dan bekerja profesional
Sant Manerim (Santri untuk Matarantai Generasi Beriman)

Kriteria sasaran khusus ini adalah :
Zakat dan shadaqah pendidikan yang murni disalurkan secara langsung tidak dalam prosedur pinjaman kepada delapan kriteria yang berhak sebagaiaman difirmankan Allah :
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk : 1) orang-orang fakir, 2) orang-orang miskin, 3) pengurus-pengurus zakat, 4) para mu'allaf yang dijinakkan hatinya, 5) untuk (memerdekakan) budak, 6) orang-orang yang berhutang, 7) untuk jalan Allah dan 8) orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS. 9/At-Taubah : 60)


Zakat dan shadaqah pendidikan langsung diberikan kepada yang mau dibina, dipimpin dan diarahkan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendukung menuju tujuan zakat dan shadaqah serta tujuan pendidikan Pesantren Pandanwangi dalam ketentuan menyatakan kesanggupan untuk tidak menyimpang dari dan atau melanggar norma dan ketentuan ketertiban yang berlaku bagi warga binaan Program Pesantren Pandanwangi.

Norma dan ketentuan tentang ketertiban interaksi warga binaan Program Pesantren Pandanwangi, yaitu :

  1. Prinsip kebersamaan berkepemimpinan, tertib ibadah, tertib moral di bawah kepemimpinan Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar.

  1. Penerapan ketentuan hijab, yaitu pemisahan pergaulan laki-laki dan perempuan kecuali muhrim (merujuk Al-Qur-an, Surat 24/An-Nur : 30-31)

  1. Ketentuan mengikuti program pembinaan dari Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar dan tidak merokok.

  1. Ketentuan mengikuti tertib pergaulan sosial sebagai bagian masyarakat sekitar sebagaimana warga yang lain.

  1. Ketentuan menjadi bagian dari warga yang terikat peran serta dalam fungsi pelayanan Masjid/Mushalla sebagaimana telah ditentukan dalam Program Pelayanan Masjid/Mushalla


Cara Mengamanatkan Zakat/Shadaqah Pendidikan
Cara Mengamanatkan Zakat/Shadaqah Pendidikan pada Program Pesantren Pandanwangi :
  1. Diberikan kepada petugas pelayanan di Masjid An-Nur Jl. Pandanwangi Timur I/16 Puri Gemah Sentosa Semarang
  2. Dikirimkan ke Bank BNI Syariah, rekening nomor : 106844195  a/n Suhartono qq Masjid An Nur Puri Gemah Sentosa Semarang

Adapun rekening Amal Jariah Pembangunan Masjid : No. 3-054-00052-8 Bank Jateng Capem Pasar Johar a/n. Isman Solikhin

Harta Halal Campur Haram


Harta Yang Tidak Hak Merusak Yang Halal :

فَأَمَّا اْلإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاَهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ   وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاَهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ   كَلاَّ بَل لاَ تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ  وَلاَ تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ   وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلاً لَمًّا  وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Rabbku telah memuliakanku".  Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Rabbku menghinakanku".  Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kalian tidak memuliakan anak yatim,  dan kalian tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,  dan kalian memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil),  dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. (QS. 89/Al-Fajr : 15-20)

مَا خَالَطَتِ الصَّدَقَةُ ماَلاً قَطُّ إِلاَّ أَهْلَكَتْهُ
Dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhaa bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tiadalah suatu harta bercampur dengan zakat  yang tidak dibayarkan melainkan pasti akan merusak harta yang hak (HR. Al-Bukhary)


Harta yang Tidak Hak :

Merupakan peringatan agar waspada terhadap bahaya tercampurnya harta yang tidak hak dengan harta yang halal yang diamanatkan Allah.

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : خَطَبَ عُمَرُ عَلَى مِنْبَرِ رَسُولِ اللهِ ِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ وَثَلاَثَةُ أَشْيَاءَ وَدِدْتُ أَيُّهَا النَّاسُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ عَهِدَ إِلَيْنَا فِيهَا الْجَدُّ وَالْكَلاَلَةُ وَأَبْوَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا  
Dari Ibnu Umar radhiyallaahu 'anhuma katanya: Umar telah berkhutbah di atas mimbar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam Beliau mengucap syukur kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dia berkhutbah :
Dan tiga perkara yang suka aku peringatkan bahwa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah berpesan kepada kita tentang masalah : (1). warisan yaitu orang tua; (2).al-Kalaalah yaitu orang yang mati tidak meninggalkan ayah dan ibu serta anak untuk menerima pusakanya dan (3). perkara-perkara yang menyebabkan riba  (HR. Bukhri dan Muslim)



Harta yang tidak hak, dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut :

  1. Riba :
الَّّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَوا  لاَيَقُوْمُوْنَ إِلاَّكَمَا يَقُوْمُ الَّذِى يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ  ذَالِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوْاإِنَّمَاالْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَوا وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا

Orang-orang yang makan riba itu, tidak dapat berdiri tegak melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan syetan. Itu disebabkan mereka mengatakan : bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2/Al-Baqarah : 275)

  1. Harta Rebutan Melalui Pengadilan
وَلاَتَأْكُلُوْاَمْوالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْابِهَاإِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْافرِيْقًامِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan cara yang tidak halal (bathil), jangan pula kamu bawa perkaranya ke muka hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa padahal kamu mengetahui. (QS. 2/Al-Baqarah : 188)

  1. Harta Hasil Penipuan dan Jual Beli yang Curang
عَنْ سَهْلِ بْنِ أَبِي حَثْمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ ِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرِ بِالتَّمْرِ وَقَالَ ذَلِكَ الرِّبَا تِلْكَ الْمُزَابَنَةُ
Dari Sahl bin Abi Hathamah radhiyallaahu 'anhu katanya: Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah melarang penjualan kurma dibayar dengan kurma, baginda bersabda: Itu adalah riba, yaitu Muzabanah, jual beli yang tidak jelas.(HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Harta Shadaqah yang Tidak Diberikan pada yang Berhak
Menurut riwayat Al-Humaidiy ada sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam  :
يَكُوْنُ قَدْ وَجَبَ عَلَيْكَ فِى مَالِكَ صَدَقَةٌ فَلاَ تُخْرِجُهَا,  فَيُهْلِكَ الْحَرَامُ الْحَلاَلَ
"Mungkin ada hartamu yang wajib dizakatkan, tetapi tidak dikeluarkan, maka harta yang haram itu akan merusak yang halal"


  1. Harta Waris yang Dibagi Tidak Sesuai Ajaran Islam
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ ِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ فَمَنْ تُوُفِّيَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَعَلَيَّ قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَالاً فَهُوَ لِوَرَثَتِهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, bersabda: Aku lebih berhak terhadap orang-orang mukmin dari pada diri mereka sendiri. Oleh karena itu barangsiapa yang mati meninggalkan hutang maka akulah yang akan membayarnya dan siapa yang mati meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya (HR.Bukhari Muslim)

  1. Harta anak yatim yang disalahgunakan
وَءَاتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.(QS. 4/An-Nisaa' : 2)

Tolong menolong dengan orang yang mencampur hartanya antara yang halal dan yang haram :
Yang perlu dipertimbangkan adalah dalam rangka tolong menolong dalam berbagai urusan dengan sesama muslim yang pada umumnya berkaitan dengan harta. Apakah dipandang baik tolong menolong dengan orang lain dalam keadaan orang lain itu membiarkan tercampur hartanya antara yang halal dan yang haram. Sedangkan Allah melarang orang beriman tolong menolong dalam perbuatan dosa?
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. 5/Al-Maa-idah : 2)

Demikian juga hendaklah dipertimbangkan tolong menolong dengan orang lain dalam keadaan orang lain itu tetap menjadi bagian tata cara berprikehidupan yang mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil. Pencampuradukan antara yang haq dan yang bathil meruntuhkan otoritas persaudaraan orang-orang beriman yang menjadi sendi utama kekuatan bangunan tata co-institusi kehidupan bersama intern orang-orang beriman dan antar komponen masyarakat yang beriman dengan komponen masyarakat yang lain. Padahal Allah juga melarang mencampuradukkan (memalsukan) antara yang benar dengan yang salah menurut ketentuan-Nya :

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (QS. 2/Al-Baqarah : 42)

Berinteraksi sosial dengan unsur masyarakat non mu'min tak dapat dihindarkan. Namun demikian, bagaimanakah orang-orang yang beriman akan mempertanggungjawabkan di hadapan Allah dengan Rasulullah menjadi saksinya dalam urusan tolong menolong dalam kehidupan masyarakat dengan orang-orang non mu'min yang mencampuradukkan antara yang haq dan yang bathil sementara itu orang-orang berimannya tidak menjadi bagian otoritas persaudaraan orang-orang beriman yang dengan segala pembelaan, pengorbanan dan penanggungan risiko diperjuangkan oleh Rasulullah bersama para sahabat beliau?

Tolong menolong generasi teladan di bawah kepemimpinan kenabian Rasulullah.

Keteladanan tolong menolong generasi pertama penegakan bangunan masyarakat Islam menjadi mengikat orang-orang beriman karena berada di era dan langsung di bawah kepemimpinan kenabian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Keteladanan tolong menolong itu antara lain tersebut dalam hadits berikut :
عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ عَبْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ لَمَّا قَدِمُوا الْمَدِينَةَ آخَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بَيْنَ عَبْدِالرَّحْمَنِ ابْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ قَالَ لِعَبْدِالرَّحْمَنِ إِنِّي أَكْثَرُ اْلأَنْصَارِ مَالاً فَأَقْسِمُ مَالِي نِصْفَيْنِ وَلِي امْرَأَتَانِ فَانْظُرْ أَعْجَبَهُمَا إِلَيْكَ فَسَمِّهَا لِي أُطَلِّقْهَا فَإِذَا انْقَضَتْ عِدَّتُهَا فَتَزَوَّجْهَا قَالَ بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي أَهْلِكَ وَمَالِكَ أَيْنَ سُوقُكُمْ فَدَلُّوهُ عَلَى سُوقِ بَنِي قَيْنُقَاعَ فَمَا انْقَلَبَ إِلاَّ وَمَعَهُ فَضْلٌ مِنْ أَقِطٍ وَسَمْنٍ ثُمَّ تَابَعَ الْغُدُوَّ ثُمَّ جَاءَ يَوْمًا وَبِهِ أَثَرُ صُفْرَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَهْيَمْ قَالَ تَزَوَّجْتُ قَالَ كَمْ سُقْتَ إِلَيْهَا قَالَ نَوَاةً مِنْ ذَهَبٍ
Dari Ismail bin Abdullah, ia berkata Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepadaku dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata : Ketika orang-orang Muhajirin sampai di Madinah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempersaudarakan Abdurrahman bin 'Auf dengan Sa'd bin Ar-Rabi'. Kemudian Sa'd bin Ar-Rabi' berkata kepada Abdurrahman : Sesungguhnya aku adalah orang yang paling banyak hartanya di kalangan Anshar. Aku bagi hartaku menjadi dua bagian dan aku juga mempunyai dua istri . Maka lihatlah mana yang engkau pilih, agar aku menceraikannya. Jika masa 'iddah-nya sudah habis, maka nikahilah ia"
Abdurrahman berkata : "Semoga Allah membarakahi bagimu dalam keluarga dan hartamu. Mana pasar kalian ?" Maka orang-orang menunjukkannya pada pasar Bani Qainuqa'. Maka tidaklah Abdurrahman pulang dari pasar kecuali mendapaptkan sejumlah keju dan samin. Jika pagi ia sudah pergi untuk berdagang.
Suatu hari ia datang dan pucat. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Rasulullah.
"Aku sudah menikah", jawabnya.
Berapa engkau membayar mas kawin padanya?" tanya Rasulullah.
Perhiasan beberapa keeping emas" jawabnya. (HR. Al-Bukhary)


Tolong menolong orang-orang Muhajirin seperti Abdurrahman bin 'Auf dan orang-orang Anshar seperti Sa'd bin Ar-Rabi' berada diatas prinsip-prinsip sebagai berikut:

Pertama : Tolong menolong yang diindukkan kepada penguatan dan penegakan kekuatan mu'aakhah (saling mempersaudarai) orang-orang beriman menghadapi missi penghancuran orang-orang kafir, orang-orang musyrik, orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik.

Kedua : Tolong menolong yang diindukkan kepada penguatan dan penegakan kekuatan mu'aakhah (saling mempersaudarai) orang-orang beriman itu tak dibiarkan melemahkannya dalam hal menghadapi semangat yang muncul dari kebanggaan/semangat kesukuan, kebangsaan,  kelompok, aliran madzhab teologi, fiqh, tasawuf, partai dan sebagainya yang dikedepankan.

Ketiga : Tolong menolong yang diindukkan kepada penguatan dan penegakan kekuatan mu'aakhah (saling mempersaudarai) orang-orang beriman tidak disalahgunakan untuk melemahkan persaudaraan itu sendiri dengan membantu orang-orang yang pri kehidupannya mencampuradukkan antara harta haram dengan yang halal dan antara urusan yang haq dengan yang bathil.
سنن أبي داود
2537 حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ اْلأَحْوَلِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ حَالَفَ ٭) رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ فِي دَارِنَا فَقِيلَ لَهُ أَلَيْسَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لاَ حِلْفَ ٭٭) فِي اْلإِسْلاَمِ فَقَالَ حَالَفَ ٭٭٭) رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ فِي دَارِنَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا
٭)    : حالف هنا بمعنى آخى
٭٭)   : الحلف هنا معاهدات الجاهلية بين القبآئل على العدوان                       ٭٭٭) : حالف هنا بمعنى آخى
Dalam Kitab As-Sunan, Imam Abu Daud mengeluarkan hadits :
Musaddad menceritakan kepada kami dari Sufyan dari 'Ashim al-Ahwal, ia berkata : Aku mendengar Anas bin Malik berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengikat perjanjian saling mempersaudarai antara Muhajirin dan Anshar di rumah kami. Kemudian ditanyakan kepada Anas : Bukankah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Tidak ada ikatan perjanjian jahiliah antara qabilah-qabilah dalam rangka permusuhan (terhadap co-institusi masyarakat di bawah kepemimpinan kenabian) dalam Islam. Maka Anas berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengikat perjanjian saling mempersaudarai antara Muhajirin dan Anshar di rumah kami. Dua kali atau tiga kali.(HR. Abu Dawud)

Hadits-hadits tentang sunnah Rasulullah yang telah dikemukakan terdahulu ini adalah saksi bahwa persaudaraan orang-orang beriman yang dibangun oleh beliau bersama para sahabat adalah merupakan otoritas persaudaraan yang mutlak ditegakkan, dibela dan diperjuangkan hingga otoritasnya tetap efektif menjadi saksi di hadapan Allah di alam akhirat kelak.
Keempat : Tolong menolong yang menjadi sendi bangunan masyarakat dijamin dengan ikatan saling mempersaudarai antar orang-orang beriman pemegang kendali bahwa kepemimpinannya diatas jejak kenabian tidak dibiarkan tersia-siakan oleh tolong menolong yang mencampuradukkan antara yang haram dan yang halal serta antara yang haq dan yang bathil. Sama saja adanya apakah tolong menolong dalam hal mencampuradukkan antara yang halal dangan yang haram itu   terpimpin ataupun tidak.
Jaminan bahwa kepemimpinan umat mukminin tidak tersia-siakan dan bahwa persaudaraan orang-orang beriman tidak dikacaukan dengan tolong-menolong untuk kerancuan antara halal dan haram serta antara haq dan bathil itu secara pasti pada kepemimpinan kenabian Rasulullah diikat dalam perjanjian tertulis co-instituasional orang-orang beriman pemegang kendali.

مسند أحمد :
حدثنا نصر بن باب عن حجاج هو ابن أرطاة قال وحَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا عَبَّادٌ عَنْ حَجَّاجٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَتَبَ كِتَابًا بَيْنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنْصَارِ أَنْ يَعْقِلُوا مَعَاقِلَهُمْ وَأَنْ يَفْدُوا عَانِيَهُمْ *) بِالْمَعْرُوفِ وَاْلإِصْلاَحِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
*) : عانيهم : أسيرهم
Imam Ahmad dalam Kitab As-Sunan berkata bahwa Nashr bin Bab menceritakan kepada kami dari Hajjaj yaitu Ibnu Arthah, ia berkata : Suraij meriwayatka kepadaku dari 'Abbad dari Hajjaj dari 'Amru bin Syu'aib dari bapaknya dari kakeknya : bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menulis suatu naskah anatara Muhajirin dan Anshar bahwa mereka  terikat tanggungan pembayaran jaminan/hutang/denda yang mengikat bagi kalangan mereka dan bahwa mereka terikat diri menebus tawanan yang berasal dari mereka dengan baik dan membangun kemaslahatan antara orang-orang Muslimin. (HR. Ahmad)


عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَيْنَمَا عَائِشَةُ فِي بَيْتِهَا إِذْ سَمِعَتْ صَوْتًا فِي الْمَدِينَةِ فَقَالَتْ مَا هَذَا قَالُوا عِيرٌ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ قَدِمَتْ مِنَ الشَّامِ تَحْمِلُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ قَالَ فَكَانَتْ سَبْعَ مِائَةِ بَعِيرٍ قَالَ فَارْتَجَّتِ الْمَدِينَةُ مِنَ الصَّوْتِ فَقَالَتْ عَائِشَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقُولُ قَدْ رَأَيْتُ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ حَبْوًا فَبَلَغَ ذَلِكَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ فَقَالَ إِنِ اسْتَطَعْتُ َلأَدْخُلَنَّهَا قَائِمًا فَجَعَلَهَا بِأَقْتَابِهَا وَأَحْمَالِهَا فِي سَبِيلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

Dari Anas ia berkata : Sedang berada di rumah , 'Aisyah mendengar suara hiruk pikuk di kota Madinah, kemudian ia berkata : "Apakah yang terjadi ini? Sahabat berkata : rombongan kafilah Abdurrahman bin 'Auf datang dari Syam membawa setiap barang perniagaannya. Dikatakan ada 700 onta kendaraan. Bergetar kota Madinah oleh suara itu. Kemudian 'Aisyah berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Sungguh aku melihat Abdurrahman bin 'Auf masuk surga dengan perlahan-lahan. Hal itu sampai pada Abdurrahman bin 'Auf, kemudian ia berkata : Kalaulah aku mampu sungguh aku akan memasuki surga itu dengan berdiri. Kemudian kendaraan dengan berbagai perlengkapan dan muatannya ia jadikan di jalan Allah (fi sabiilillaah)(HR. Ahmad)
Suatu hari ia menjual tanahnya seharga 40.000 dinar, dibagikan untuk keluarganya dari Bani Zuhrah, untuk para istri Nabi dan untuk kaum fakir miskin.
Ia juga pernah menyerhkan 500 ekor kudanya untuk tentara jihad di jalan Allah dan di kesempatan yang lain ia serahkan 1500 kendaraan. Menjelang wafatnya ia berwasiat 50.000 dinar untuk di jalan Allah. Diwasiakannya pula untuk setiap orang yang ikut perang Badar yang masih hidup masing-masing 400 dinar.
Menjelang berpisahnya nyawa dari jasad, air matanya meleh, lisannya mengatakan : Sesungguhnya aku khawatir dipisahkan dari sahabat-sahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah"
Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa dalam hadits qudsy :
يَادُنْيَا اُخْدُمِى مَنْ خَدَمَنِى وَاسْتَخْدِمِى مَنْ خَدَمَكِ (رواه القضاعى )
Wahai dunia! Berkhidmadlah kepada orang yang telah berkhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu (HQR Al-Qudha'iy dari Ibnu Mas'ud)
Bila dikembalikan kepada firman tersebut, dengan apa saja yang ada pada dirinya, Abdurrahman bin 'Auf telah membayarkan semuanya untuk beribadah kepada Allah dan membela persaudaraan orang-orang beriman yang tak akan pernah berakhir menjadi masa lalu. Abdurrahman bin 'Auf juga telah membayarkan semuanya sama sekali bukan untuk persaudaraan yang tidak jelas di jalan mana berlaku. Apalagi untuk di jalan yang mencampuradukkan antara yang halal dengan yang haram, yang haq dengan yang bathil yang semuanya akan bersifat duniawi yang apabila mencintainya menjadi motif persaudaraan dan tolong-menolong pasti orangnya binasa bersama yang dicintainya itu. Kesetiaan generasi pertama umat mukminin di masa kenabian Rasulullah adalah kesetiaan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa dengan tidak menyekutukan-Nya  dengan apa dan siapapun jua dan itulah kesetiaan membela persaudaraan orang-orang beriman.

Pembelaan terhadap persaudaraan orang-orang beriman Muhajirin dan Anshar tidak diterlantarkan ataupun disalahgunakan. Otoritas persaudaraan orang-orang beriman dibela sampai tak akan pernah selesai sumber kerinduannya sebagai masa depan yang kemudian menjadi masa lalu walaupun orang-orang beriman telah berada di alam akhirat, tak di dunia lagi.  Orang-orang Muhajirin yang pada umumnya bangsa Quraisy berbeda sama sekali dengan orang-orang Anshar yang pada umumnya bersuku bangsa Khazraj dan Aus, namun perbedaan kebangsaan, kultur, tradisi, aliran faham, madzhab tak sedikitpun menjadi tempat menggadaikan pengorbanan dan pembelaan mereka menelantarkan otoritas persaudaraan orang-orang beriman. Apalagi kalau hanya sekedar ormas, orpol ataupun club persahabatan kesenangan dunia. Pengorbanan dan pembelaan mereka tidak menelantarkan otoritas kekuatan persaudaraan orang-orang beriman itu bersama Rasulullah adalah saksi apakah kini kosong dalam ikatan hati kaum muslimin ataukah tidak?

Kamis, 07 Juli 2011

Makhluk Surga Menyeberangi Alam Dunia


يَاأَيُّهَا اْلإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ      الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ     كَلاَّ بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ    وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ   كِرَامًا كَاتِبِينَ     يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ    إِنَّ اْلأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ    وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ    يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ    وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabb-mu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kalian mendustakan hari pembalasan. Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (perbuatan kalian), yang mulia (di fihak Allah) dan yang mencatat (perbuatan-perbuatan kalian itu), mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh keni'matan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu. (QS. 82/Al-Infithaar : 6-16)

Memang Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa menyediakan neraka Jahannam bagi kebanyakan manusia sebagaimana firman-Nya.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (ayat-ayat kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagaimana halnya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7/Al-A'raaf : 179)

Tetapi Allah tidak mengundang manusia memasuki neraka melainkan Allah megundang hamba-hamba-Nya yang berjiwa tenang memasuki surga-Nya.

وَاللهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Allah menyeru (mengundang manusia) ke negeri Darussalam (surga di alam akhirat), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (QS. 10/Yuunus : 25)

Sedangkan yang mengundang manusia memasuki neraka adalah syetan :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (QS. 31/Luqmaan : 21)

Gangguan Duniawi

Terhadap undangan Allah memasuki surga-Nya itu diantara manusia ada yang membantahnya dengan melancarkan operasi untuk gagasan yang diajdikan ideologi dengan dalih penyelesaian yang baik dan kesepakatan damai.
Alasan penyelesaian yang baik dan kemufakatan damai dijadikan ideologi untuk menggantikan dan mengambil alih ketaatan pada ajaran Allah dan Rasul-Nya sebagai dasar bersikap dan pengambilan keputusan.

فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلاَّ إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu mushibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan kemufakatan damai". (QS. 4/An-Nisaa' : 62).

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menanggung balasan bagi anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menanggung balasan bagi bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kalian, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kalian dalam (mentaati) Allah. (QS. 31/Luqmaan : 33)

Induk masa depan di dunia orang yang mengikuti pemerdayaan dunia dan pemerdayaan syetan disabdakan Rasulullah sebagai berikut :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَحْسِرَ الْفُرَاتُ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ يَقْتَتِلُ النَّاسُ عَلَيْهِ فَيُقْتَلُ مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَيَقُولُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ لَعَلِّي أَكُونُ أَنَا الَّذِي أَنْجُو

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Kiamat tidak akan datang sehingga sungai Euphrat surut menyingkapkan gunung emas, manusia berperang atasnya, sehingga dari setiap seratus orang akan terbunuh sembilan puluh sembilan. Setiap orang dari mereka mengatakan, "Mudah-mudahan, akulah yang selamat itu" (HR. Muslim, no. 5152)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقِيءُ اْلأَرْضُ أَفْلاَذَ كَبِدِهَا أَمْثَالَ اْلأُسْطُوَانِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فَيَجِيءُ الْقَاتِلُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قَتَلْتُ وَيَجِيءُ الْقَاطِعُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قَطَعْتُ رَحِمِي وَيَجِيءُ السَّارِقُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قُطِعَتْ يَدِي ثُمَّ يَدَعُونَهُ فَلاَ يَأْخُذُونَ مِنْهُ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Kelak, bumi akan memuntahkan kekayaannya yang terpendam seperti gulungan dari emas dan perak. Kemudian, datanglah pembunuh, ia berkata : 'Untuk inilah aku dulu membunuh'   Datang pula orang yang memutuskan hubungan silaturahim, kemudian ia berkata : 'Karena inilah aku memutus hubungan beriman silaturahimku'. Datang pula pencuri,lalu ia berkata : 'Karena inilah tanganku dihukum potong'   Kemudian mereka meninggalkannya tanpa mengambilnya sedikitpun (HR. Muslim, no. 1683)



Hamba-hamba Allah Makhluk Surga

Undangan Allah memasuki surga-Nya dijawab oleh hamba-hamba Allah yang membangun komunitas kebersamaan berkepemimpinan yang satu sama lainnya saling menyatakan untuk menjadi saksi bahwa hamba-hamba Allah itu adalah makhluk surga dia alam akahirat yang sedang menyeberangi alam kehidupan dunia yang berkarakteristik tipu daya dan ujian.
Dalam perjalanan membangun kebersamaan, makhluk surga akhirat itu dalam menyeberangi alam dunia ini mengalami gangguan yang memudharatinya dari orang yang mau uang tetapi tidak mau hukum Allah yang melekat pada uang itu. Demikian pula kekuasaan sosial, juga kesenangan-kesenangan duniawi lainnya tetapi tidak mau hukum Allah yang melekat padanya.
Para pelancar gangguan mau uang sekecil apapun, kekuasaan ataupun jabatan dan kesenangan duniawi lainnya dengan tidak mau menjadikan alam akhirat sebagai dasar pertimbangan mengambil keputusan dan sikap terhadap malang melintangnya kehidupan di dunia, maka itu pula adalah ternista hina dan teradzab siksa.

فَذُوقُوا بِمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا إِنَّا نَسِينَاكُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْخُلْدِ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka rasailah oleh kalian (siksa ini) disebabkan kalian melupakan (tidak mau tahu) akan pertemuan dengan hari kalian ini (Hari Kiamat); sesungguhnya Kami telah melupakan kalian (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kalian kerjakan". (QS. 32/As-Sajdah : 14)

Berpusatkan di Masjid ini, hamba-hamba Allah menyambut undangan Allah ke surganya itu dengan berkesaksian bahwa inilah hamba-hamba Allah makhluk surga-Nya di akhirat sedang menyeberangi alam tipu daya, senda guaru, permainan, berbangga-banggaan kekayaan dan kedudukan sosial dan jabatan, alam kehidupan dunia.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي َلأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ وََلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ(39)
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya (QS. 15/Al-Hijr : 39)

Demi syetan telah bersumpah menjadikan manusia memandang indah (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan untuk menyesatkannya maka hamba-hamba Allah yang memilih menjadikan dirinya makhluk surga akhirat yang sedang menyeberangi alam kehidupan dunia ini mengalami gangguan untuk memudharati dirinya, perjalanannya mendapatkan pencederaan yang dilancarkan oleh kekuatan yang mau uangnya tetapi tidak mau hukum Allah pada uang itu. Mau kedudukan dan jabatan tetapi tidak hukum Allah pada kedudukan dan jabatan itu. Mau kesenangan dunia tetapi menentang hukum Allah yang ada pada kesenangan-kesenangan dunia itu.
Gangguan untuk memudharati dan pencederaan itu dijalankan oleh kepentingan uang dari skala yang hanya puluhan ribu rupiah dengan kecurangan hingga skala global yang dikatakan oleh Profesor Emeritus Universitas Binghamton, AS, James Petras.
Perang imperial Amerika untuk mengamankan kepentingan ekonominya di antara negara-negara Teluk penghasil minyak (Kuwait dan Arab Saudi) demikian pula untuk perluasan pengaruh Israel di Timur Tengah. Kepentingan itu dilihatnya sebagai peluncuran pemerintahan dunia pada Tata Dunia Baru yang berpusat pada supremasi AS dengan dukungan sekutunya di dunia dan didanai oleh negara Arab penghasil minyak yang kaya. (James Petras, Zionisme dan Keruntuhan Amerika, Zahra Publishing House, Jakarta, cet. 1, 2009, hal. 188). Tidak hanya berhenti sampai di suatu tempat ataupun periode, lebih dari itu mobilisasi riil barisan negara-negara seluruh jagad dibelakang PBB terus didemonstrasikan hingga tingkat over actingnya sangat tidak rasional dibanding dengan sosok riil momok yang diperanginya, terorisme. Over acting yang tidak rasional itu makin tajam ditunjukkan dengan adanya Pemerintah Arab Saudi memberikan dana sebesar US$10 Juta kepada lembaga baru PBB untuk memerangi terorisme di pekan ini.

Kamis, 02 Juni 2011

Shalat Hajat, Ritual Dalam Pertanyaan

Pertanyaan :
Ustadz, adakah shalat hajat dalam ajaran Islam?. Saya pernah membaca buku tentang shalat disebutkan ajaran shalat hajat. Tetapi saya betanya pada teman saya tentang hal ini, ia mengatakan, tidak ada.

Jawaban :
Seyogyanya, janganlah bertanya tentang adanya ajaran Islam untuk shalat hajat atau tidak adanya.
Bila mendapati haditsnya, semestinya diteliti apakah isi dan periwayatan hadits itu benar dari Rasulullah. Bila benar, lakukanlah sebagai cara untuk melaksanakan perintah Allah :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabb kalian berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya Aku menjawab dengan dikabulkannya bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari mengibadati Aku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. 40/Al-Mu'min : 60)
Dengan melaksanakan ajaran shalat dalam hadits yang isi dan periwayatannya benar dari Rasulullah, selesai masalahnya. Tidak ada urusannya, apakah shalat itu mau disebut shalat hajat, shalat supaya do’a dikabulkan, shalat mutlak atau apapun sebutannya, selesai. Kita sendiri bisa menyebutkannya sebagai shalat apapun dengan sebutan kandungan do’a yang akan dipanjatkan.
Bila tidak ada, janganlah dilakukan, dengan demikian kita tidak perlu membebani diri dengan apa yang sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya tidak membebankkannya.
Berikut adalah diantara hadits-hadits yang dikatakan sebagai tuntunan shalat hajat.
Dalam kitab Al-Musnad-nya, Ahmab bin Hanbal menulis pada nomor 26225 hadits dari Muhammad bin Bakr dari Maimun ya'ni Abu Muhammad Al-Maraiy At-Tamimy dari Yahya bin Abi Katsir meriwayatkan :
عَنْ يُوسُفَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ صَحِبْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَعَلَّمُ مِنْهُ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ آذِنِ النَّاسَ بِمَوْتِي فَآذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِهِ فَجِئْتُ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ فَقُلْتُ قَدْ آذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِكَ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ أَخْرِجُونِي فَأَخْرَجْنَاهُ قَالَ أَجْلِسُونِي قَالَ فَأَجْلَسْنَاهُ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطاَهُ اللهُ مَا سَأَلَ مُعَجِّلاً أَوْ مُؤَخِّرًا
قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَاْلإِلْتِفَاتَ فَإِنَّهُ لاَ صَلاةَ لِلْمُلْتَفِتِ فَإِنْ غُلِبْتُمْ فِي التَّطَوُّعِ فَلاَ تُغْلَبُنَّ فِي الْفَرِيضَةِ
Dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, ia berkata : Aku bersahabat dengan Abu Darda', aku belajar darinya. Pada saat-saat kedatangan kematiannya Abu Darda' berkata : "Panggilkan manusia pada saat-saat aku menghadapi kematian". Maka aku memanggil manusia pada saat-saat ia menghadapi kematiannya, maka aku datang dan rumah itu dan lainnya telah penuh.
Yusuf bin Abdullah bin Salam berkata : Aku berkata : Sungguh aku telah memanggil manusia pada saat-saat engkau menghadapi kematianmu, dan rumah ini dan lainnya telah penuh.
Abu Darda' berkata : "Keluarkanlah aku!"
Maka mengeleurkan dia.
Abu Darda' berkata : "Dudukkanlah aku!"
Maka kami mendudukkan dia.
Abu Darda' berkata : "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Siapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya itu, kemudian shalat dua raka'at  dan menyempurnakan kedua raka'atnya itu maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat"
Abu Darda' berkata :  Jagalah dirimu dari luput memperlakukan. Karena tidak ada shalat bagi orang yang luput memperlakukan. Jika kalian dikalahkan oleh pelaksanaan tathawwu' yang bukan fardhu, maka janganlah kalian dikalahkan yang kalian mengalahkan yang fardhu ( HR.Ahmad )

Hadits ini sanadnya (urut-urutan periwayatannya) ada yang terputus yaitu periwayatan antara Yahya bin Abi Katsir terputus tidak langsung dari Yusuf bin Abdullah bin Salam dan Ahmad bin Hanbal meriwayatkan hadits ini sendirian.

Walaupun tanpa kata-kata Abu Darda' yang maksudnya adalah janganlah shalat tathawwu' yang bukan fardhu dilakukan mengalahkan pelaksanaan shalat fardhu dengan pertimbangan urut-urutan periwayatan dari Abu Darda' itu ada yang terputus, seyogyanya dengan sendirinya orang yang adil mesti menggunakan pertimbangan untuk tidak mengalahkan pelaksanaan shalat fardhu dengan mengutamakan shalat tathawwu'.
Hal yang fatal terjadi pada seorang pemuda dari Tanjunganom, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sebut saja ia Bin Al-Hadi. Pemuda yang lahir tahun 1986 itu tidak kunjung terentaskan dari permasalahan hidup diri dan keluarganya. Ia berusaha mencari jalan keluar dari keadaan yang kurang menguntungkan itu dengan aktif mengikuti upacara-upacara istighatsah yang jamak digelar masyarakat beragama Islam sebagai upacara ritual berdo'a dan mengadu kepada Tuhan secara seremonial, dzikir bersama dan sebagainya. "Istighatsah" adalah kata dalam bahasa Arab yang arti literalnya "pengaduan". Upacara istghatsah yang sering diikutinya di kota pesantren itu biasa berlangsung hingga larut malam menjadikan pemuda itu sering terlewatkan shalat shubuhnya. Pada perkembangannya pemuda itu menjadi orang yang shalat fardhu lima waktunya tidak penuh terjaga dijalankan. Hasilnya, jalan hidupnya tidak saja secara duniawi tetap juga dalam kesempitan.

Dengan melaksanakan shalat dua raka'at yang dikatakan berdasarkan hadits terputus tersebut diatas dengan semangat berdo'a untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang biasanya urusannya untuk kepentingan duniawi dilakukan oleh orang yang shalat malam bertahjjudnya kurang terjaga, maka shalat malam bertahajjud yang perintahnya langsung difirmankan Allah dalam Al-Qur'an QS. 17/Al-Israa' : 79 dan QS. 73/Al-Muzzammil : 1-4) bisa terkalahkan, luput diperlakukannya. Demikiain pula bila shalat malam bertahajjud mengalahkan ditegakkannya shalat fardhu lima waktu pada waktunya.
Apakah yang selayaknya diberikan Allah kepada orang yang membiarkan institusi lima rukun Islam yang diperjuangkan Rasulullah terbangun melembaga dalam kehidupan umat beriman sebagai kewajiban fardhu 'ain dibongkar menjadi rusak dikalahkan dengan melembagakan ritual-ritual dan upacara-upacara keagamaan yang tidak dilembagakan Rasulullah?. Apalagi bila sesuatu ritual atau sebagian dari syarat dan rukunnya, tathawwu' saja ia juga bukan yang diajarkan oleh beliau.
Rusak dan hancurnya institusi keenam rukun iman dan institusi kelima rukun Islam yang melembaga dalam kehidupan umat beriman yang dibangun Rasulullah dengan perjuangan beliau itu termasuk hasil dipecahbelahnya antara satu dengan yang lainnya rasul-rasul Allah, demikian pula malaikat-malaikat, kitab-kitab, ayat-ayat Allah dalam missi devide et impera.

Demikian pula ada yang mendasarkan pada hadits berikut ini, maka perhatikanlah untuk apa shalat dua raka'at ini dilakukan :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى اْلأَسْلَمِيِّ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللهِ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لِيَقُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِي ثُمَّ يَسْأَلُ اللهَ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ مَا شَاءَ فَإِنَّهُ يُقَدَّرُ
Dari Abdullah bin Abi Aufa Al-Aslamy, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang baginya ada hajat (keperluan) pada Allah atau pada salah seorang dari makhluknya maka hendaklah ia berwudhu dan shalat dua raka'aat, kemudian hendaklah membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِي
Tiada yang hak diibadati kecuali Allah yang Mahasantun lagi Mahamulia. Mahasuci Allah Rabb-nya 'Arsy yang agung. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Allahumma ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada Engkau dijawabnya (permintaanku akan) rahmat-Mu, dambaanku akan ampunan-Mu, perolehan akan setiap perbuatan bakti, keselamatan dari setiap dosa. Aku memohon kepada Engkau kiranya Engkau tidak membiarkan bagiku ini sesuatu dosapun kecuali Engkau mengampuninya, tidak pula yang membuatku merana kecuali Engkau berikan jalan keluarnya dan tidak pula sesuatu hajat yang adalah bagi-Mu Engkau ridha kecuali Engkau memenuhinya bagiku.
Kemudian ia meminta kepada Allah akan urusan dunia dan akhirat apa yang ia kehendaki, maka sesungguhnya ia akan ditakdirkan. (HR. Ibnu Majah)
Bacaan tahlil, tasbih dan tahmid kemudian bacaan do'a berikutnya tersebut dalam hadits ini menunjukkan koridor permintaan kepada Allah sehingga menjadi jelas dan pasti bahwa do'a yang tak ada hubungannya atau terlepas dari koridor itu (biasanya demi kesenangan duniawi) tidaklah pada tempatnya. Koridor itu ialah berdo'a akan rahmat Allah, ampunan-Nya, tidak terputus perolehan dari perbuatan taat pada ajaran-Nya, jalan keluar dan hajat yang diridhai Allah.
Demikian pula, sungguh tidak pada tempatnya bila dengan shalat kemudian do’anya menggunakan makhluk sebagai perantara, wasilah ataupun mantra.

Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS. 3/Aali 'Imraan : 133)
Dalam hal maksud yang dituju terdapat pula ketidakadilan yaitu ampunan Allah dan surga-Nya yang semestinya diburu untuk melaksanakan perintah Allah tersebut dikalahkan oleh perebutan kekuasaan, kekayaan dan kesenangan duniawi.

Demikian pula amal perbuatan riatual dan mencari karunia Allah dengan bekerja berprofesi untuk tujuan yang diperintahkan Allah itu disikapi tidak adil dengan melakoni peribadatan ritual untuk tujuan keuntungan dalam perebutan harta, kekuasaan, dan kesenangan  duniawi.
Dalam keadaan Rasulullah telah memberikan ajarannya dengan sabdanya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفُهُ وَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً فَلْيَعُذْ بِهِ 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Akan terjadi berbagai fitnah, di mana orang yang duduk pada masa fitnah itu lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, manakala orang yang berjalan lebih baik dari orang yang berlari melibatkan dirinya dalam fitnah tersebut, orang yang terlibat dalam fitnah tersebut akan mengalami kehancuran. Barasngsiapa yang mendapati tempat berlindung maka hendaklah ia berlindung dari fitnah tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَن أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي فَاكْسِرُوا قِسِيَّكُمْ وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا بِسُيُوفِكُمُ الْحِجَارَةَ فَإِنْ دُخِلَ عَلَى أَحَدِكُمْ بَيْتَهُ فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya menjelang kiamat ada fitnah-fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seseorang di masa fitnah itu dalam keadaan beriman dan pada sore hari dalam keadaan kafir. Pada sore hari ia dalam keadaan beriman dan pada pagi hari ia dalam keadaan kafir. Orang yang duduk di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berdiri. Orang yang berdiri di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berjalan. Orang berjalan di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berjalan cepat. Maka, patahkanlah busur-busur kalian, putus-putuslah tali-tali busur kalian dan pukulkanlah pedang-pedang pada batu. Maka jika salah seorang diantara kalian dimasuki fitnah pada rumahnya maka hendaklah ia seperti satu orang yang baik diantara dua anak Adam (seperti Habil dibunuh oleh Qabil) HR. (Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani dan Ibnu Hibban)

Selasa, 15 Februari 2011

Selamatan Setelah Pernikahan

Pertanyaan :
Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh, Ustadz Ali, saya mau tanya ustadz, apakah ada contoh dari Nabi mengadakan selamatan setelah pernikahan, Ustadz?
Dari Husni, jazakumullah.

Jawaban :
Perlu difahami terlebih dulu kata ‘selamatan’
Kata selamat berarti selamat dari bencana, kemudharatan, kecelakaan, serangan, kesulitan, kesengsaraan dsb.
Tetapi apabila kata selamat itu telah diberi akhiran ‘an’ menjadi ‘selamatan’ maka pengertiannya kental dengan adat tradisi di Jawa, misalnya. Selamatan difahami sebagai upacara yang ada tatacaranya yang baku dan yang bisa berupa syarat dan rukun sebagaimana pada ritual keagamaan. Tatacara beserta syarat dan rukunnya itu terikat hubungannya dengan tempat tertentu, waktu tertentu, peristiwa tertentu dengan unsur kepercayaan atau keyakinan faham.
Ritual keagamaan atau ritus ada yang memahaminya sebagai Ritus adalah suatu tindakan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang bersifat seremonial dan tertata. Ritus terbagi menjadi tiga golongan besar:
*       Ritus peralihan, umumnya mengubah status sosial seseorang, misalnya pernikahan, pembaptisan, atau wisuda.
*       Ritus peribadatan, di mana suatu komunitas berhimpun bersama-sama untuk beribadah, misalnya umat Muslim salat berjamaah, umat Yahudi beribadat di sinagoga atau umat Kristen menghadiri Misa
*       Ritus devosi pribadi, di mana seseorang melakukan ibadah pribadi, termasuk berdoa dan melakukan ziarah, misalnya seorang Muslim atau Muslimah menunaikan ibadah Haji.

Ritus yang mengandung pemujaan terhadap individu makhluk, ia mengandung kultus yang merusak iman. 
Seperti orang ber-‘tahlil’ artinya berdzikir menyebut Allah dengan kalimah thayyibah : laa-ilaaha-ilallaah (tiada ilah yang hak untuk diibadati kecuali Allah). Berdzikir yang diantaranya dengan ber-laa-ilaaha illallaah adalah melaksanakan perintah Allah seperti misalnya  :

Wadzkurisma Rabbika, dan berdzikirlah menyebut  Rabb engkau (QS. 73/Al-Muzzammil : 8).
Adapun ‘tahlilan’ maka kata ini  lebih dimaksudkan untuk mengikuti adanya tata cara tertentu yang bagian-bagiannya tidak utnuk diselisihi apalagi ditinggalkan.

Demikian pula kata shalawat. Bershalawat adalah berarti berdo’a kepada Allah kiranya Allah memberikan shalawat yaitu karunia, barakah dan kemurahan kepada Rasulullah, bukan berarti kata-kata yang diucapkan sebagai semacam mantra-mantra untuk dikirimkan kepada baginda Rasulullah. Bershalawat dalam arti berdo’a sedemikian ini adalah wajib dilaksanakan karena diperintahkan Allah secara lengsung dan harfiah yang tak membutuhkan tafsir dengan firman-Nya :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. 33/Al-Ahzaab : 56)

Jelas bahwa yang dimaksud bukan shalawatan sebagaimana bukan pula tahlilan dan bukan pula selamatan.
Selamatan sendiri merupakan upacara yang ada ketentuan-ketentuan yang pelakunya tidak berani menyelisihinya sehingga merupakan ritual. Selamatan itu sendiri telah digugat oleh Ustadz Abdul Aziz.


Ustadz H. Abdul Aziz, mulanya beliau adalah pemeluk agama Hindu yang taat. Beliau adalah sarjana Hindu, dipersiapkan menjadi pemangku bimbingan agama Hindu di kalangan umatnya. Seluruh saudara dan keluarganya juga beragama Hindu yang diantaranya panutan umat pada lingkupnya.
Ketika masih beragama Hindu, beliau berkedudukan yang lebih kurangnya sebanding dengan ustadz di kalangan umat Muslimin, dibawah tingkat Romo Pinandita ya'ni ulamanya. Dan beliau termasuk tim pemurtad yang mengajak Muslim masuk agama Hindu. Sasaran Hindu adalah umat yang Islamnya cuma di KTP saja. Beliau piawai memimpin upacara (ritual) 'tahlilan' (bukan berdzikir dengan tahlil yang diperintahkan Allah) untuk menjalankan tugasnya. Dalam perjalanan dakwahnya ke dalam agama Hindu, beliau merasakan adanya penentangan dari juru dakwah-juru dakwah muslim. banyak tantangan sehingga kendala tersebut diadukan kepada Romo Pinandita. Romo Panandita menganjurkan agar dia menjalani laku untuk penyempurna ilmu, Yoga Samadhi dengan mengamalkan mantra Om Tryambakam. Barang siapa yang bisa mengamalkan ilmu itu dia akan mempunyai kekuatan supernatural yang bisa menyembuhkan orang sakit, gelisah jadi tenang. Ritual itu harus dilakukan puasa tujuh hari tujuh malam, tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak menggunakan cahaya. Beliau menjalani ritual yoga Samadhi itu. Pada malam kelima, ia diserbu ribuan nyamuk. Ribuan nyamuk dilawannya dengan mantra Om Tryambakam, nyamuk itu hilang. Pada malam keenam, beliau dilanda bau busuk yang sangat tajam mencekam yang timbul dari dalam tubuhnya sendiri. Dilawannya bau bau busuk itu dengan mantra Om Tryambakam, bau busuk itu menghilang. Di hari terakhir, malam ketujuh hingga pukul 02.00 yaga samadhi itu, saat-saat yoga samadhi hampir berakhir, harapan untuk ditemui Tuhan, ternyata tak didapatkan, Tuhan itu tidak muncul. Tetapi kemudian yang muncul adalah suara takbir. Ia sadar esok harinya itu bukanlah 'iedul fithri dan 'iedul adh-ha-nya kaum Muslimin. Suara takbir dilawannya dengan mantra Om Tryambakam, suara takbir tidak hilang, malah semakin kuat. Malam ketujuh yoga samadhi telah berakhir, ia membatalkan dengan minum pada pagi hari dan sudah bisa makan pada siang harinya. Suara takbir yang sebgaimana ia dengar dikumandangkan kaum muslimin pada 'iedul fithri dan 'iedul adh-ha, kemudian ia ketahui adalah kalimah thayyibah. Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Laa ilaaha illallaah (Tiada ilah sesembahan yang diibadati kecuali Allah). Setelah segala dalil, argumentasi, hujjah yang ia peluk selama ini sebelumnya tak ada daya untuk berbunyi lagi, ia tak ada kuasanya menolak kalimah thayyibah untk konversi berserah diri (muslim), masuk Islam dan mempelajari Al-Qur’an dan Assunnah.
Dari cerita diatas bahwa kita harus ambil hikmah, bahwa Hindu punya aturan sendiri, dan Islam juga punya aturan sendiri. Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil.” (QS. 2/Al Baqarah : 42)
Ustadz H. Abdul 'Aziz
Tak ada contoh dari Nabi mengadakan selamatan menyusul pernikahan. Yang diajarkan Rasulullah adalah menyelenggarakan walimah.
Para ulama memasukkan walimah sebagai suatu yang wajib, hal ini didasarkan atas hadits berikut ini. Tatkala telah selesai meminang Aisyah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  bersabda,
إِنَّهُ لاَ بُدَّ لِلْعُرْسِ مِنْ وَلِيمَةٍ
Untuk satu pengantin (dalam riwayat lain disebutkan sepasang pengantin) harus diadakan walimah’(HR. Ahmad dan Thabrani)
Diriwayatkan Anas, ia berkata,’Tatkala Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi seorang perempuan, Beliau mengutus saya untuk mengundang orang-orang makan’ (HR Bukhari dan Baihaqi). Tentang berapa lama walimah itu dilakukan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya selama tiga hari,’Tatkala Nabi saw menikahi Shafiyyah, Beliau menjadikan pembebasan dirinya sebagai mahar. Beliau mengadakan walimah selama tiga hari’(HR. Abu Ya’la)
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,’Bersahabatlah dengan orang-orang mukmin, dan usahakanlah makananmu hanya dimakan oleh orang-orang yang bertakwa’ (HR. Abu Dawud).
Tatkala Abdurrahman bin 'Auf hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al-Anshari (Sa'ad mengajak Abdurrahman ke rumahnya, Sa'ad menyuguhkan makanan lalu keduanyapun makan bersama) Sa’ad berkata,’Wahai saudaraku, saya adalah penduduk Madinah yang paling kaya. Silakan tengok harta-hartaku, lalu ambillah sepruhnya. Aku juga mempunyai dua isteri (sedangkan engkau adalah saudaraku karenaAllah dan engkau belum punya isteri). Siapa diantara keduanya menarik hatimu (katakanlah kepadaku), yang telah engkau pilih itu akan aku cerai, (lalu bila ‘iddahnya sudah selesai silakan engkau nikahi). Abdurrahman menjawab,’(tidak usah begitu, demi Allah) semoga Allah memberkahi isteri dan hartamu. Tunjukkan saja kepadaku pasar’.
Merekapun menunjukkan pasar, lalu Abdurrahman pergi ke pasar. Di sana dia melakukan jual-beli dan mendapatkan keuntungan (selanjutnya dia pergi secara rutin ke pasar). Kadang-kadang dia membawa sedikit keju dan minyak samin (dari sisa dagangannya untuk keluarganya). Hal itu berlangsung lama sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Suatu ketika datang Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan pakaian yang penuh dengan noda-noda minyak wangi ja’faran, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya,’Ada apa denganmu?. Abdurrahman menjawab,’Wahai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, saya telah menikah dengan wanita (Anshar)’ Beliau bertanya,’Apa maskawinnya?’. Dia menjawab,’Emas satu nawat’.
Beliau bersabda :
بَارَكَ اللهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Semoga Allah memberkahi pernikahanmu. Adakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing’
Abdurrahman berkata,’Kiranya saya ingin bisa mengangkat batu yang di bawahnya bisa kutemukan (emas dan perak)’(HR. Bukhari)

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...