Kamis, 20 Oktober 2011

Kepercayaan Hari Buruk, Takut Mati dan Thiyarah

Pertanyaan Tanggal 15 Oktober 2011 :
Dari SMS HP. Nomor   0877313xxxxx
Menurut Islam, haruskah setiap orang yang mau menikah mencari kesesuaian hari dengan hari pasaran (seperti dalam kalender Jawa, ada yang menyebutkan : pon, wage, kliwon, legi dan pahing) kelahiran calon penganten? Katanya biar tak ada hal-hal yang mengganggu dalam pernikahan.

Jawaban :
Tidak ada dalam ajaran Islam  bahwa setiap orang yang mau menikah harus mencari kesesuaian hari dengan hari pasaran masing-masing kelahiran calon pengantin.
Gangguan syaithan yang menyesatkan manusia pasti ada. Kalau ada hari baik seperti anggapan akan kesesuaian hari dengan hari pasaran kelahiran, berarti ada hari yang tidak baik, hari yang membuat kesialan, penyebab keburukan. Maka mengapa Allah menjadikan sesuatu hari, misalnya itu, tidak baik. Padahal yang tidak baik kemudian mengenai diri manusia itu adalah perbuatan manusia atau jin itu sendiri, bukan harinya yang buruk yang menyebabkan kesialan.

Pertanyaan selanjutnya :
Kalau misalnya menurut hari pasaran kelahiran kedua mempelai itu tidak diperhitungkan, katanya, terus salah satu dari kedua mempelai itu meninggal dunia yang dengan demikian perlu dipenuhinya syarat-syarat tententu supaya tidak meninggal dunia. Bagaimana ?
Soalnya ada hal yang kejadiannya seperti itu. Maka kalau mempercayai hal seperti itu, orang berarti musyrik, menyekutukan Allah ?

Jawaban :
Ada kesalahan pertama, yaitu : kematian dianggap pasti merupakan kesialan atau kemalangan. Saya sendiri menikah tanggal 1 Sura/Muharram. Seandainya dengan begitu, kemudian saya mati, saya ridha, saya bahagia karena kematian saya adalah kesaksian saya bahwa saya hanya terikat dengan ajaran yang diwahyukan Allah. Tentu saja ridha dan bahagia bila memang yang demikian itu adalah kematian yang untuk nasib di akhiratnya dirindukan. Bukankah ada kematian sedemikian itu yang pendambaannya menjadi bagian sikap mental orang beriman pada Allah dan alam akhirat.
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ  فَرِحِينَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلاَّ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ   يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
Janganlah engkau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di fihak Rabb mereka dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan ni`mat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan balasan nilai amal orang-orang yang beriman. (QS. 3/Aali 'Imraan : 169-171)

Takut mati itu yang pasti kematian merupakan masa depan setiap makhluk yang hidup, secara pasti pula takut mati itu kaitannya adalah cinta dunia. Bila takut mati dijadikan alasan bersikap, termasuk juga bila hal itu menjadi sikap dalam upaya dan ritus peribadatan yang dengan demikian timbul persyaratan yang tidak diajarkan Allah, maka dengan sendirinya menjadi bagian yang dengannya orang-orang Yahudi berideologi, berkeagamaan memelesetkan ayat-ayat Allah dalam al-Kitab yang diwahyukan kepada setiap Rasul-Nya. Dengan sendirinya menjadi penganut ideologi takut mati dan pemeluk agama takut mati, apapun sebutan yang dilebelkan pada ideologi dan agama itu.

Qadzafi Dibunuh oleh ideologi dan agama takut mati yang paling"beradab"
Demikian itulah yang Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman :
قُلْ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ ِللهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ   وَلاَ يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ   قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاَقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: "Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kalian mendakwakan bahwa sesungguhnya kalian sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematian kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar".
Mereka tiada akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zhalim.
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kalian lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada (Allah), yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepada kalian akan apa yang telah kalian kerjakan". (QS. 62/Al-Jumu'ah : 6-8)
Sesama dari Bangsa Muslim merayakan kematian Qadzafi yang dibunuh oleh kekuatan yang bangsa dan agamanya asing
Kesalahan kedua : Hari tertentu dipandang baik, yang dengan demikian tentu ada hari yang lain yang dipandang sebagai hari penyebab kemalangan, yang demikian ini supaya orang jangan merasa bahwa Allahlah Yang Mahakuasa. Ada yang dipandang baik dan ada yang dipandang menyebabkan kesialan termasuk dalam rangka tidak mau mengakui  bahwa kesalahan itu adalah kesalahan manusia, dengan demikian oleh anggapan itu kesalahan tersebut bukan kesalahan manusia melainkan kesalahan hari dan sebagainya. Ini adalah dalam rangka manusia tidak bertanggung jawab. Melemparkan tanggung jawab pada sesuatu hal, objek, benda, fihak, hatta pada objek abstrak sebagai penyebab keburukan atau kesialan dapatlah disebut sebagai  thiyarah.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عُرِضَتْ عَلَيَّ اْلأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِي سَوَادٌ عَظِيمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِي فَقِيلَ لِي هَذَا مُوسَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَوْمُهُ وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى اْلأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي انْظُرْ إِلَى اْلأُفُقِ اْلآخَرِ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيمٌ فَقِيلَ لِي هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُمْ سَبْعُونَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ فَخَاضَ النَّاسُ فِي أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلاَ عَذَابٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمِ الَّذِينَ صَحِبُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ بَعْضُهُمْ فَلَعَلَّهُمِ الَّذِينَ وُلِدُوا فِي اْلإِسْلاَمِ وَلَمْ يُشْرِكُوا بِاللهِ وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ فَخَرَجَ عَلَيْهِمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا الَّذِي تَخُوضُونَ فِيهِ فَأَخْبَرُوهُ فَقَالَ هُمُ الَّذِينَ لاَ يَرْقُونَ وَلاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ أَنْتَ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرُ فَقَالَ ادْعُ اللهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ فَقَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ
Dari Ibnu Abbas radhiyallaahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: Aku telah diperlihatkan oleh Allah beberapa golongan umat manusia. Maka aku telah melihat seorang Nabi bersamanya satu kumpulan manusia yaitu tidak lebih dari sepuluh orang. Seorang Nabi bersamanya seorang lelaki dan dua orang lelaki dan seorang Nabi tanpa seorang pun bersamanya. Tiba-tiba diperlihatkan kepada aku satu kumpulan yang besar. Aku menyangka mereka adalah dari umatku. Tetapi dikatakan kepadaku mereka adalah Nabi Musa 'alaihis-salam dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk, lalu aku pun melihatnya, ternyata terdapat sekumpulan yang besar. Dikatakan lagi kepadaku : Lihatlah ke ufuk yang lain. Ternyata di sana juga terdapat sekumpulan yang besar. Dikatakan kepadaku : Ini adalah umatmu dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang akan memasuki Syurga tanpa dihisab dan diazab. Kemudian Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  bangkit lalu masuk ke dalam rumahnya. Orang ramai telah berbincang mengenai mereka yang akan dimasukkan ke dalam Syurga tanpa dihisab dan diadzab. kemudian sebagian dari mereka berkata : Mungkin mereka adalah orang-orang yang selalu bersama Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Ada pula yang mengatakan: Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak pernah melakukan perbuatan syirik terhadap Allah. Mereka mengemukakan pendapat masing-masing. Ketika itu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam keluar menemui mereka lalu Baginda bertanya dengan bersabda : Apa yang telah kalian perbincangkan? Mereka pun menceritakan hal tersebut. Maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  terus bersabda: Mereka adalah orang-orang yang tidak menggunakan mantra, tidak meminta supaya dimantra, tidak ber-thiyarah *) (mempunyai anggapan bahwa sesuatu hal, objek, benda, fihak adalah penyebab keburukan atau kesialan) dan hanya kepada Allah mereka bertawakal. Ukkasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata: Berdo'alah engkau kepada Allah semoga aku termasuk dari kalangan mereka. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Kamu termasuk dari kalangan mereka. Kemudian berdiri seorang lelaki yang lain lalu berkata : Berdoalah engkau kepada Allah semoga aku termasuk dari kalangan mereka. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Ukkasyah telah mendahului kamu supaya digolongkan dari kalangan mereka yang memasuki Syurga tanpa dihisab (HR. Bukhari dan Muslim)

Thiyarah *) (mempunyai anggapan bahwa sesuatu hal, objek, benda, fihak adalah penyebab keburukan atau kesialan) sebagaimana yang pernah ditujukan kepada Nabi, Rasul dan orang-orang beriman.
قَالَ يَاقَوْمِ لِمَ تَسْتَعْجِلُونَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ لَوْلاَ تَسْتَغْفِرُونَ اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ  قَالُوا اطَّيَّرْنَا بِكَ وَبِمَنْ مَعَكَ قَالَ طَائِرُكُمْ عِنْدَ اللهِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تُفْتَنُونَ
Nabi Shalih berkata: "Hai kaumku mengapa kalian minta disegerakan keburukan sebelum (kalian minta) kebaikan? Hendaklah kalian meminta ampun kepada Allah, agar kalian mendapat rahmat".
Mereka menjawab: "Kami mendapat kemalangan, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu". Shaleh berkata: "Nasib kalian ada di fihak Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kalian adalah kaum yang diuji". (QS. 27/An-Naml : 46-47)

Misalkan pada mereka penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka; (yaitu) ketika Kami (Allah) mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepada kalian". Mereka menjawab: "Kalian tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatupun, kalian tidak lain hanyalah pendusta belaka".
Mereka berkata: "Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kalian. Dan kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas".
قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ       قَالُوا طَائِرُكُمْ مَعَكُمْ أَئِنْ ذُكِّرْتُمْ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami bernasib malang karena kalian, sesungguhnya jika kalian tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merajam kalian dan kalian pasti akan mendapat siksa yang pedih dari kami".
Para rasul itu berkata: "Kemalangan kalian itu adalah karena kalian sendiri. Apakah jika kalian diberi peringatan (kalian mengancam kami)? Sebenarnya kalian adalah kaum yang melampaui batas".(QS. 36/Yaasiin : 18-19)

Kepercayaan akan hari buruk, dengan demikian pula yang berkaitan dengannya, yaitu kepercayaan akan tempat yang tidak menguntungkan, kepercayaan akan angka sial pada perkembangannya saling mengkaidahkan akan adanya ketentuan hukum, ketentuan syarat dan rukun upacara ritual baik yang bersifat budaya, adat, tradisi maupun  bersifat keagamaan. Padahal Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa memerintahkan kepada manusia melalui perintah-Nya kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ   وَأُمِرْتُ ِلأَنْ أَكُونَ أَوَّلَ الْمُسْلِمِينَ   قُلْ إِنِّي أَخَافُ إِنْ عَصَيْتُ رَبِّي عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ   قُلِ اللهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي
Katakanlah: "Sesungguhnya aku diperintahkan supaya memperhambakan diri mengibadati Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) ajaran hidup. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri sebagai muslim". Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka mema'shiyati Rabb-ku".Katakanlah: "Hanya Allah saja Yang aku memperhambakan diri beribadah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) ajaran hidupku". (QS. 39/Az-Zumar : 11-14)

Kamis, 13 Oktober 2011

Saling Bergabung Diri dalam Komunitas Tilawati


Pada hari Kamis, 13 Oktober 2011, pukul 10.30 s/d 11.00, di Masjid Kampus IKIP PGRI, Jl. Lontar Semarang, beberapa personal sebagai muslim bertemu saling menggabungkan diri dalam kebersamaan Komunitas Tilawati. Personal-personal tersebut adalah :Rifandiya, Lina Ismi Errawati, Febriyanti Panji L, Wahyu Mardalena dan Sarah Farida Agustina.

Saling bergabung diri personal-personal ini dalam Komunitas Tilawati adalah untuk tidak berlepas diri dari tanggung jawab dan konsekuensi persaksian masing-masing pribadi Muslim pada syahadat kedua bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
Tanggung jawab diri sebagai muslim itu adalah agar tidak berlarut-larut dalam kesalahan dan dosa pada tuntutan di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'alaa di dunia dan di akhirat bahwa apakah missi kerasulan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang diantaranya adalah mentilawahkan ayat-ayat Allah berhenti, tertahan ataupun terhalang pada kegenerasian  diri sebagai muslim.

Missi kerasulan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam ditentukan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, diantaranya dengan firman-Nya :
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي اْلأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus pada kaum yang ummy seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri, yang mentilawahkan ayat-ayat Allah kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah Kenabian). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (QS. 62/Al-Jumu'ah : 2)

لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلاَلٍ مُبِينٍ(
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. 3/Aali 'Imran : 164)
Tiga missi kerasulan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam itu ialah :
  1. Tilawati : yaitu ditilawahkannya aya-ayat Allah yang diwahyukan.
  2. Tazkiyati : yaitu mensucikan manusia dari kesyirikan, berhala dan dosa
  3. Ta'limati : yaitu mengajar Al-Kitab, ajaran yang diwahyukan Allah pada semua rasul-Nya.
 
Mentilawahkan ayat-ayat Allah

Allah Subhaanahu wa Ta'alaa menyebutkan bahwa ditilawahkannya ayat-ayat Allah itu ialah ayat-ayat Allah pada peristiwa alam fisika, kimia, biologi dan peristiwa alam lainnya disamping, tentunya, ayat-ayat Allah dalam Al-Kitab yang diwahyukan.
حم  تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ  إِنَّ فِي السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ َلآيَاتٍ لِلْمُؤْمِنِينَ  وَفِي خَلْقِكُمْ وَمَا يَبُثُّ مِنْ دَابَّةٍ ءَايَاتٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ  وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ ءَايَاتٌ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ  تِلْكَ ءَايَاتُ اللهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَ اللهِ وَءَايَاتِهِ يُؤْمِنُونَ
Haa Miim.
Kitab (ini) diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar adalah ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang beriman.
Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) adalah ayat-ayat Allah untuk kaum yang meyakini,  dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkanNya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin adalah ayat-ayat Allah bagi kaum yang menggunakan nalar akal.
Itulah ayat-ayat Allah yang Kami tilawahkannya kepadamu dengan sebenarnya; maka dengan ajaran manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allah dan ayat-ayat-Nya. (QS. 45/Al-Jatsiyah : 1-6).

Jaminan bagi tidak tertahannya tilawati ayat-ayat Allah berlarut-larut berhenti pada kegenerasian ini adalah berlangsungnya agenda :
  1. Terhantarkannya pribadi-pribadi muslim belum bisa membaca secara qira'ati menuju bisa membaca dengan baik dan benar (tahsin) sebagai kewajiban fardhu 'ain setiap pribadi sebagai muslim.
  2. Terhantarkannya pribadi-pribadi yang sudah bisa membaca Al-Qur'an menuju penguasaan kemampuan memahami ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an yang tidak menyimpang dengan penguasaan keterampilan tata bahasa dan konjugasi kata yang terkenal disebut nahwu dan sharaf senagaimana pada contoh-contoh kasus Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf secara amtsilati.
  3. Ditilawahkannya ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an dengan tartil dan dengan terta'limahkannya dengan arti sedetail-detailnya hingga per lafazh/kata dengan terjemahnya.

Ditilawahkan ataupun mentilawahkan ayat-ayat Allah, bukan hanya berita dari kata orang yang dengan demikian pribadi muslim tidak mengalami ditilawahkannya ayat-ayat Allah yang ajarannya adalah kesadarannya.
Komunitas Tilawati kehilangan otoritas kultural dan keberadaannya begitu menjadi bagian dari mengedepankan faham teologi, mdzhab fiqih,madzhab hukum, aliran thariqat, alirian kebatinan, aliran kepercayaan, teori sosial, teori politik, teori ekonomi, ormas maupun orpol.
Demikian itu sebagaimana halnya apabila Komunitas Tilawati, peruntukan kehadiran, loyalitas serta dukungan kesetiaannyadiarahkan kepada figur subyeknya, siapapun orangnya melainkan al-Kitab, kenabian dan hikmah (sunnah kenabian), demi Allah dengan kalam dan apa yang difirmankan.
Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman :
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ   وَلاَ يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلاَئِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Tidak selayaknya bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah (sunnah kenabian) dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia : "Hendaklah kalian menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kalian menjadi orang-orang rabbani (ulul-albaab*) yang menyempurnakan penghambaan dirinya pada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa), karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkanapa yang kalian tetap mempelajarinya.
Dan (tidak selayaknya pula baginya) menyuruh kalian menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kalian ingkar saat kalian adalah orang-orang yang  sudah berserah diri ber Islam?" (QS. 3/Aali 'Imraan : 79-80)

*) Ulul-albaab : (yaitu) orang-orang yang nalar dzikir akan Allah dalam keadaan berdiri, duduk maupun dalam ppembaringan mereka dan mereka nalar fikir tentang penciptaan langit dan bumi (seraya pernyataannya adalah): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3/ Aali 'Imraan : 191)

Rabu, 12 Oktober 2011

Al-Fatihah Menurut Allah dan Sikap Rasul-Nya

 Firman Allah tentang Al-Fatihah
حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْحَنْظَلِيُّ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنِ الْعَلاَءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ صَلَّى صَلاةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيلَ ِلأَبِي هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ اْلإِمَامِ فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِي نَفْسِكَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ قَالَ اللهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ) قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ ( الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ) قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ ( مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ) قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ ( إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ) قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ ( اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ) قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ (مسلم)
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu dari Nabi  shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda : "Barangsiapa melaksanakan shalat yang ia tidak membaca ummul-Qur'an, maka shalat itu timpang. Tiga kali (Rasulullah menyebutkannya. Yaitu tidak sempurna. Kemudian dikatakan kepada Abu Hurairah : Sesungguhnya kami (shalat) di belakang imam (shalat). Kemudian Abu Hurairah berkata : Bacalah Al-Fatihah dalam dirimu, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman : "Aku membagi shalat (maksudnya di sisni adalah Al-Fatihah) antara aku dan hamba-ku menjadi dua bagian (maksudnya : seperdua untuk-Ku dan seperdua untuk hamba-Ku), dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta.

Apabila hamba-Ku itu berkata :
الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Allah berfirman (menjawab) : "Hamba-Ku memuji-Ku
Dan bila  hamba-Ku berkata :
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman (menjawab) : 'Hamba-Ku menyanjung-Ku'

Dan bila hamba Allah berkata :
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Yang menguasai hari pembalasan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman (menjawab) : 'Hamba-Ku memuliakan-Ku'
Dan bila hamba Allah berkata :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman (menjawab) : 'Ini seperdua untuk-Ku dan seperdua untuk hamba-Ku. Dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta'

Dan bila hamba Allah berkata :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa menjawab : 'Ini semua untuk hamba-Ku dan untuk hamba-Ku apa yang ia minta.


 Sikap Rasulullah terhadap Al-Fatihah sebagai Bacaan Ruqyah
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانُوا فِي سَفَرٍ فَمَرُّوا بِحَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَلَمْ يُضِيفُوهُمْ فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَيِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِيَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ وَاللهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَتَبَسَّمَ وَقَالَ وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ثُمَّ قَالَ خُذُوا مِنْهُمْ وَاضْرِبُوا لِي بِسَهْمٍ مَعَكُمْ  

Dari Abu Said al-Khudri radhiyallaahu 'anhu katanya: Sesungguhnya beberapa orang dari kalangan Sahabat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang berada dalam perjalanan. Mereka pergi ke suatu kampung diantara kampong-kampung Arab dan mereka berharap agar bisa diterima menjadi tamu kepada penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau menyambut mereka sebagai tamu. Tetapi mereka ada yang bertanya : Apakah ada di antara anda sekalian ini yang bisa meruqyah (menjampi)? Karena penghulu kampung kami terkena sengat atau musibah. Salah seorang dari para Sahabat menjawab: Ya, ada. Lalu seorang Sahabat menemui penghulu kampung tersebut dan meruqyah (menjampi)nya dengan surah al-Fatihah. Kemudian lelaki penghulu kampung tersebut sembuh. Kemudian Sahabat tersebut diberi sejumlah ekor kambing. Tetapi Sahabat itu enggan menerimanya seraya berkata (mengajukan syarat) : Aku akan menyampaikannya kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.  Sahabat itupun (pulang) menemui Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan pengalaman tersebut. Sahabat itu berkata : Ya Rasulullah! Demi Allah, aku hanya meruqyah (menjampi) dengan surah al-Fatihah. Mendengar kata-kata itu, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam tersenyum dan bersabda : Tahukah engkau, bahawa al-Fatihah itu memang merupakan  ruqyah (jampi). Kemudian baginda bersabda lagi : Ambillah pemberian dari mereka dan pastikan aku mendapatkan bahagian bersama kamu (HR Bukhari & Muslim)

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...