Rabu, 09 November 2011

Jejak Kenabian pada Keteladanan Nabi Ibrahim

Ini adalah khutbah 'Iedul-Adhha 1432 H pada Ahad, 6 November 2011 di Jl. Pandanwangi Raya bagian Tumur di Puri Gemah Sentosa Semarang, disampaikan oleh Ir. H. Bambang T Abu Naila, MM :


                                          PELAJARAN DARI NABI IBRAHIM A.S
Allahu Akbar  wa lillahi-hamd.
Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah.

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan hari ini hari bahagia, yang dengan Mahakasih dan Mahasayang-Nya kita diberikan syariat yang begitu mudah dan membahagiakan bagi hamba-hambanya yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai wujud syukur kita pada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.
Shalawat dan salam semoga selalu Allah curahkan  kepada Nabi kita Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.

Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Khathib 'Iid-al-Adhha 1432H
 Hari ini kita bergembira bersama saudara-saudara seiman setanah air dan begitu juga sekitar tiga juta lebih saudara-saudara kita dari seluruh penjuru dunia yang sedang melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci, sebagai nikmat terbesar yang diberikan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa kepada kita, yakni nikmat iman dan Islam, yang tidak diberikan kepada semua manusia.
Maka marilah kita syukuri nikmat ini dengan selalu kita tingkatkan  ketaqwaan kita kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, seraya mengumandangkan takbir, tahmid dan tasbih, mengagungkan, memuji dan memahasucikan Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Dan marilah kita sempurnakan syukur kita dengan merenungkan hidup kita ini, meneliti kembali apakah memang benar kita sudah pada jalur yang benar, jalur menuju ridha Allah dan surga-Nya.

Salah satunya adalah dengan mengambil pelajaran, hikmah, dari  perjalanan hidup manusia agung yang diutus oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa untuk menjadi Nabi dan Rasul, yakni Nabi Ibrahim 'alaihis-salaam beserta keluarganya. Keagungan pribadinya membuat kita harus mampu mengambil keteladanan darinya, bahkan Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam pun mengambil keteladanan darinya.

Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan-nya “ ( QS. 60/Al-Mumtahanah : 4 )

Allahu Akbar  wa lillahi-hamdi
Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Marilah bersama–sama, kita merenungi firman Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa  dalam Surat 37/Ash-Shaaffaat : 99-111, tentang kisah nabi Ibrahim 'alaihis-salaam. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah beliau, untuk kemudian kita jadikan ibrah di dalam perjalananan hidup di dunia ini.

3 dari 5 Sapi 11 Kambing Siap untuk Ibadah Qurban

Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman :
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ
Dan Ibrahim berkata:”Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabb-ku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku“ ( QS. 37/Ash- Shaaffaat : 99 )

Beberapa pelajaran dapat kita petik dari ayat ini
  1. Jika kita tidak bisa beribadah kepada Allah dan berdakwah, maka Allah memerintahkan kita untuk berhijrah. Nabi Ibrahim 'alaihis-salaam, setelah sekian tahun berdakwah pada kaumnya, ternyata yang didapat bukan sambutan baik, akan tetapi cercaan, hinaan, bahkan  ia dipaksa untuk menceburkan diri ke dalam api yang sedang menyala. Setelah Allah menyelamatkannya, beliau diperintah Allah untuk berhijrah demi kelangsungan ibadah dan dakwahnya
  2. Orientasi hidup kita adalah kembali kepada Allah dan keyakinan bahwa Allah tidak akan menyia-nyaikan kita
Allahu Akbar  wa lillahi-hamdi
Jama’ah Sholat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Selanjutnya Al-Qur’an surat As-Shaaffaat, ayat 100-107, dengan ungkapan dan kalimat yang jelas  menceritakan peristiwa berhikmah besar dibalik kisah penyembelihan anak oleh bapaknya,  penyembelihan Nabi Ismail oleh Nabi Ibrahim 'alaihimaas-salaam.

Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman,
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ  فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلاَمٍ حَلِيم
Artinya: “Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang santun (shalih)
Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat penyantun (Ismail as)” ( QS. 37/Ash- Shaaffaat : 100-101 ).

Dari ayat ini terkandung pelajaran adab berdo’a. Diantaranya:
1.      Hendaknya kita tidak meminta sesuatu kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa di dalam kehidupan ini, kecuali jika sesuatu tersebut mempunyai maslahat di dalam hidup kita di dunia dan akhirat secara bersama-sama. Nabi Ibrahim 'alaihis-salaam, tidak meminta keturunan kecuali keturunan yang shalih, yaitu keturunan yang akan meneruskan perjuangannya di dalam menyebarkan dan menegakkan ajaran Islam, keturunan yang akan selalu berbakti kepada orang tua di saat masih hidup, dan selalu mendo’akannya tatkala ia telah meninggal dunia.
Ini sangat sesuai dengan do’a yang tersebut di dalam QS. 2/Al Baqarah : 200-201 :
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي اْلآخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ   وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka. “ ( QS. 2/Al Baqarah : 200-201 )

Maka mintalah kepada Allah, sesuatu yang ada manfaatnya di akhirat kelak, seperti meminta anak yang shalih, harta yang barakah, ilmu yang bermanfaat, istri yang shalihah dll.
Ketua Panitia, Bp. Singgih Suhardoko Mengendalikan Pencacahan Daging
  1. Berdoalah secara sungguh-sungguh dan terus-menerus. Tetapi jika Allah belum mengabulkannya juga, kita tidak boleh putus asa, karena putus asa terhadap rahmat Allah adalah sifat orang-orang yang tidak beriman. Sebagaimana firman Allah :
وَلاَ تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللهِ إِنَّهُ لاَ يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Dan jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” ( QS 12/Yusuf : 87 )

Nabi Ibrahim 'alaihis-salaam sendiri tidak pernah putus asa dalam berdo’a, baru pada masa tua-nya, do’a tersebut dikabulkan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.

  1. Selalu  mensyukuri nikmat Allah yang diberikan kepada kita, sekecil apapun nikmat tersebut. Atau bahkan nikmat tersebut baru kita dapat di akhir hidup kita. Nabi Ibrahim bahkan  sangat bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya berupa anak walaupun baru terkabulkan di akhir umurnya. Beliau memuji Allah atas nikmat tersebut :
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabb-ku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. “ ( QS. 14/ Ibrahim : 39 )

Allahu Akbar  wa lillahi-hamdi
Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Di tengah kebahagiaan seperti itu turunlah wahyu,yaitu QS.37/Ash-Shaaffaat ayat 102,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
 “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; in sya Allah engkau  akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS.37/Ash-Shaaffaat ayat 102)

Beberapa pelajaran dapat dipetik dari ayat ini
  1. Tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini.
 Nabi Ibrahim 'alaihis-salaam diperintahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air. Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang dikemudian hari akan diikuti berjuta–juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Begitu juga, ketika nabi Ibrahim 'alaihis-salaam. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah menggantikannya dengan hewan kambing. Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian, dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.( QS 2/Al-Baqarah : 216 )

Maka janganlah seperti orang–orang yang tidak beriman dan tidak mempunyai keyakinan kepada janji-janji Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, mereka akan goncang dan stress jika kehilangan sesuatu yang sangat dicintainya, apalagi anaknya satu-satunya yang sedang beranjak dewasa. Sebagian besar orang yang bunuh diri disebabkan karena stress dan tidak kuat di dalam menghadapi berbagai problematika yang menimpa dirinya.

2.       Ujian bukan hanya kesulitan, kesenanganpun merupakan ujian.
 QS. 21/Al-Anbiyaa' : 35
 كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan  kebaikan sebagai cobaan. Dan kalian akan dikembalikan hanya kepada Kami”.

Maka kesenangan dunia yang diberikan Allah kepada kita, jangan sampai melalaikan kita dari ketaatan kepadanya-Nya
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang beriman, janganlah harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi“ ( QS. 63/Al Munafiqun : 9 )

3.       Bahwa kita tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia ini dan di akhirat kelak, kecuali jika kita mau mengorbankan apa yang kita cintai . Nabi Ibrahim 'alaihis-salaam berhasil meraih predikat khalilullah ( kekasih Allah ), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa. Ini sesuai dengan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa :
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ
«Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sehahagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. « ( QS. 3/Aali 'Imraan : 92 )

Maka mari kita periksa, siapa atau apa yang menjadi Ismail kita sekarang? Jabatan, kehormatan, atau profesi kita? Tabungan kita, rumah, kendaraan, keluarga kita, pakaian kita atau bahkan diri kita sendiri? Yang harus kita kurbankan adalah segala sesuatu yang melemahkan iman kita dan menghalangi kita untuk mendengarkan, mengamalkan dan berpihak kepada Allah.

Allahu Akbar  wa lillahi-hamdi
Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Akhirnya nabi Ibrahim 'alaihis-salaam dengan penuh keimanan melaksanakan perintah Allah itu akan menyembelih putranya,  sebagaimana QS as-Shaafaat ayat 103-107
 فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَء الْمُبِينُ    وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
 “Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS.37/Ash-Shaaffaat ayat 103-107)

Begitulah hadirin yang dimuliakan Allah, seorang hamba yang sabar ketika diuji oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, dan taat dengan segala perintahnya, serta pasrah dengan hukum-hukum-Nya, niscaya akan mendapatkan balasan yang tiada putus-putus di dunia dan pada hari akhir nanti.

Allahu Akbar  wa lillahi-hamdi
Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Dalam jiwa kita mungkin tcrsimpan satu pertanyaan; apakah harus begitu? Pembuktian penghambaan, ketaatan kecintaan  selalu harus dialiri oleh darah dan air mata? Apakah harus dengan pengorbanan? Tidak bisakah kita tenang-tenang saja, adem ayem, cuek, yang penting tidak mengganggu sana sini, kemudian  mati dan masuk surga?

Begitulah akhirnya Allah mempertemukan kita dengan hakikat ini; yaitu hakikat bahwa hidup sepenuhnya hanyalah ujian semata dari Allah, dan bahwa hanya ada satu kata kunci dalam setiap ujian; duri-duri di sepanjang jalan kehidupan ini harus dilalui dengan penuh pertanggungjawaban.

Perhatikan  firman Allah;
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun. (QS 67/ al-Mulk : 2).

Dan juga hakikat lain lagi yang membuat ujian kehidupan menjadi semakin berat dan rumit. Hakikat itu adalah ini; Allah ternyata tidak menurunkan Adam dan Hawa sendiri ke bumi. Allah menurunkan mereka berdua bersama Iblis yang akan menyesatkan Adam beserta segenap anak cucunya dari jalan kebenaran hingga hari kiamat. Selain Iblis yang ada di luar diri kita, di dalam diri kita sendiri juga terdapat unsur setan yang menjadi pusat pendorong kepada perbuatan jahat. Maka hakikat ini telah nienjadikan panorama kehidupan kita akan senantiasa dipenuhi konflik antara kebaikan dan kejahatan, antara kebenaran dan kebatilan, antara tentara Iblis dan tentara Allah. Di sini tidak ada pilihan untuk tidak memihak. Dan karenanya setiap orang pasti harus berkorban, sebab setiap orang pasti terlibat dalam pertarungan abadi ini. Kalau seseorang tidak berada dalam kubu kebenanan, pastilah dia berada dalam kubu kebatilan. Dan tidak ada kubu pertengahan.

Begitulah jamaah yang dimuliakan Allah, pengorbanan adalah ukuran tingkat keimananmu.  Maka periksalah  diri sendiri; sudah berapa banyak yang engkau berikan? Sudah berapa banyak engkau meneteskan air mata?, Sudah berapa banyak engkau lelah

Begitulah jamaah yang dimuliakan Allah, pengorbanan menjadi harga mati bagi kemenangan. Nabi lbrahim dinobatkan sebagai pemimpin umat manusia setelah ia menyelesaikan ujian dengan bukti pengorbanannya. Begitu pula Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mencapai kemenangan setelah perjalanan dakwah dan jihad dengan  pengorbanan yang penuh darah dan air mata.

Sesungguhnya kita sedang bertransaksi dengan Allah, hidup dan matimu, segenap jiwa dan pikiranmu, segenap harta dan waktumu, telah engkau jual kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa surga sebagai gati pembayarannya;
 إِنَّ اللهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَاْلإِنْجِيلِ وَالْقُرْءَانِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.(QS. 9/At-Taubah ayat 111).

Allahu Akbar  wa lillahi-hamdi
Jama’ah Shalat ‘Idul Adha yang dimuliakan Allah

Pertama, maka mulailah yang kecil (mudah) – ibda’ bi l-yasiir)
Perkara ringan yang sekilas tampak remeh namun sebenarnya mempunyai efek bola salju. Sampah yang bertumpuk dan merusak lingkungan berawal dari puntung rokok atau bungkus kacang, korupsi milyaran bermula dari puluhan atau ratusan ribu rupiah. Orang yang terbiasa melakukan dosa-dosa kecil akan cenderung dan kelak berani melakukan dosa besar.
Kedua, mulailah dari diri sendiri – ibda’ bi-nafsika
Mulai dengan mendisiplinkan diri dalam beribadah, bekerja dan menjalankan tugas apapun profesi kita. Bangsa-bangsa yang pernah kalah perang seperti Jerman dan Jepang bisa bangkit dan maju karena disiplin. Umat Islam terdahulu menjadi bangsa yang disegani dan mampu membangun peradaban gemilang dengan disiplin juga. Bagai singa di siang hari, dan rahib di malam hari.
Ketiga, mulailah hari ini, sekarang juga – ibda’i l-yawma
Perjalan 1000 km berawal dari satu langkah, tidak ada yang mustahil jika prosedurnya diikuti. Man jadda wajada, wa man saara ‘alaa-d-darbi washala, tidak ada istilah terlambat untuk meraih sukses dan kebaikan, mulailah dari sekarang, saat ini, hari ini juga.

Akhirnya marilah kita tutup khutbah Idul Adha pagi ini dengan berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Mahadekat dan Maha Mengabulkan doa.
اللَّهُمَّ انْصُرْنَا  فَإِنَّكَ خَيْْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَإِنَّكَ خَيْْرُ الفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَإِنَّكَ خَيْْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَإِنَّكَ خَيْْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَإِنَّكَ خَيْْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّلِمِيْنَ وًَالْكَافِرِيْنَ
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zhalim dan kafir.

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتُحَوِّلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَأ بِهِ جَنََّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتَهَوِّنُ بِهِ مَصَائِبَ الدُّنْيَا اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَلاَ تَجْعَل مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلُغَ عِلْمِنَا وَلاَ تَسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَأ
Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepada-Mu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعْ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعْ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَسْبَعْ وَمِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar (Ahmad, Muslim, Nasa’i).

اللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجَّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ
Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian
رَبَّنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...