Rabu, 26 Januari 2011

Kultus Terhadap Makhluk Merusak Iman

Kultuskan Yesus di Afrika dan masyarakat
Micronesia lainnya berambut kriting

Bila ada yang mangatakan kultus berarti pemujaan; bentuk upacara, maka kultus mengandung makna : kepercayaan, pengabdian,  iman, perdewaan, penghormatan, upacara, ritus, ritual, pemujaan
Maka ada juga yang memahami adanya orang yang menunjukkan pengabdian yang kuat atas suatu subyek, orang, atau peristiwa yang adalah makhluk dan terus berlangsung walaupun yang diabdi itu sudah tidak ada lagi di alam nyata.
Demikian pula sosok kepercayaan dan praktek penyembahan dan pemujaan pada yang didewakan sebagai sumber nilai kehidupan.

Ali bin Abi Thalib di Jalan yang Ditempuh Rasulullah :

Hal yang menjadi muatan makna kultus yaitu antara lain kekaguman menggila, pendewaan, penghormatan bernilai ritual, pemujaan yang mengandung nuansa upacara pengabdian dan penyembahan pada yang didewakan sebagai sumber nilai kehidupan adalah hak hanya titujukan bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa semata yang tiada sekutu bagi Allah, siapa dan apapun jua.
Sedangkan yang hak bagi Rasulullah, demikian juga Rasul-Rasul Allah yang lain termasuk Nabi Isa 'alaihimus-salaam sekalipun, hanyalah diikuti bukan dikultuskan sebagaiamana pengertiannya yang terakhir tersebut.  
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ 
“Katakanlah:"Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3/Ali ‘Imran: 31)
Yang hak bagi Rasulullah yaitu mengikuti beliau demi karena Allah memberikan kenabian dan al-kitab yang diwahyukan kepada beliau adalah mengimani beliau sebagaimana Rasul-Rasul Allah yang lain dan mentaati beliau.

Mengikuti Rasulullah, mengimani dan mentaati beliau tidak dengan pengagungan yang melampaui kenabian beliau sehingga mengkultuskan, adalah sebagaimana yang tetap menjadi pendirian Ali bin Abi Thalib.
عَنْ عِكْرِمَةَ عَن ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَلِيًّا كَانَ يَقُوْلُ فِي حَيَاةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ "وَاللهِ لاَ نَنْقَلِبُ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللهُ وَاللهِ لَئِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ َلأُقَاتِلَنَّ عَلَى مَا قَاتَلَ عَلَيْهِ حَتىَّ أَمُوْتَ وَاللهِ إِنِّي َلأَخُوْهُ وَوَلِيُّهُ وَابْنُ عَمِّهِ وَوَارِثُهُ فَمَنْ أَحَقُّ بِهِ مِنِّي (الطبراني)
Dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, bahwasanya 'Ali radhiyallaahu 'anhum adalah berkata pada masa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam masih hidup : "Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang (keluar dari ajaran Islam, kembali ke ajaran non Islam)?" Demi Allah kami tidak akan balik ke belakang (keluar dari ajaran Islam, kembali ke ajaran non Islam) setelah Allah memberikan hidayah kepada kami. Demi Allah, sungguh jika beliau wafat atau terbunuh, aku akan berperang di jalan apa yang beliau berperang sehingga aku mati. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah saudara beliau, kekasih beliau, anak paman beliau dan ahli waris beliau, maka siapakah yang lebih berhak dalam hubungan itu semua dengan beliau dibandingkan dengan aku ? (HR. Ath-Thabrany)

Rasulullah Melarang Orang Mengkultuskan Dirinya

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً يُثْنِي عَلَى رَجُلٍ وَيُطْرِيهِ فِي الْمِدْحَةِ فَقَالَ لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ الرَّجُلِ
Dari Abu Musa radhiyallaahu 'nahu katanya: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mendengar seorang lelaki sedang memuji seorang lelaki secara berlebih-lebihan, lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam segera bersabda: Sesungguhnya kalian telah menghancurkan atau mematahkan tulang punggung orang lelaki itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ عُبَيْدِاللهِ بْنِ عَبْدِاللهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمْ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
Dari 'Ubaidillah bin Abdillah dari Ibnu 'Abbas, ia mendengan 'Umar radhiyallahu 'anhum berkata di atas mimbar : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian mengkultuskan aku seperti orang-orang Nasrani mengkultuskan terhadap putra Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba Allah, maka katakanlah 'Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari)
Pengkultusan terhadap putra Maryam bahkan dikatakan sebagai berikut :
Kristus dikatakan sebagai salah satu dari tiga unsur Ketuhanan (Godhead). Siapapun yang masuk ke sebuah gereja, gereja manapun yang diakui secara tradisional, bagaimanapun juga akan segera melihat absennya dua per tiga dari Ketuhanan ini secara telanjang, dengan hanya figur satu-satunya  yang terpampang, Yesus. Bapak dan Roh Tuhan telah dilupakan hampir sepenuhnya, dan sebagai gantinya Yesus Kristus mendapatkan kedudukan terkemuka (Sejarah Teks Al-Qur'an, dari Wahyu sampai Kompilasi, Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Prof. Dr. M.M. Al-A'zami, Gema Insani, Jakarta, cet. I, 2005, hal. 299)

Pada kenyataannya ajaran Gereja yang kuat tumpuannya pada kelahiran Nabi Isa putra Maryam menjadi kekuatan kepercayaan system keagaaman Nasrani di luar diwahyukannya Injil yang murni dari Allah.
Dengan demikian mendasarkan keyakinan dan peribadatan pada kelahiran Nabi Isa putra Maryam menjadikan Nasrani sebagai agama Gereja berpemujaan pada Nabi Isa putra Maryam melebihi kenabian dan kerasulannya, dipuja sebagai juru selamat, dipuja sebagai Tuhan.
Pada gilirannya keimanan dan peribadatan Nasrani yang aslinya berdasarkan Injil yang murni diwahyukan Allah yang tidak membutuhkan hutang budi pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) beralihlah kepercayaan dan ritual Kristiani sepenuhnya berbasis dan bergantung pada teologi hasil susunan dan pengembangan manusia tak ada lagi ada urusan pada Injil yang asli murni diwahyukan Allah.

Ajaran Nasrani menjadi sedemikian bergantung pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) adalah tak dapat ditawar lagi karena bila tidak demikian Agama Gereja tidak cukup mempunyai pijakan ajaran iman sedangkan kitab suci Injil yang asli dan murni diwahyukan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, jejaknya telah dirubah oleh Yahudi.
Efek yang menipu dari kekristianian yang sedemikian itu adalah umat Islam yang aslinya dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah sama sekali tidak membutuhkan hutang budi pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) banyak yang dipengaruhi menjadi sedemikian bergantung pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia). Dan bahkan tak sedikit umat Islam yang sedemikian bergantung pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) yang dikatasifati "Islam" menjadi tidak perlu terikat dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Bahkan mendengar ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an ditilawahkan dan sunnah Rasulullah dibacakan, diberitakan dari belaiu, keduanya untuk ditaati, tak sedikit orang muslim takut menjadi dikenal literer, takut menjadi terkesan tidak moderat, takut menjadi dipandang tidak toleran, takut menjadi dihukumi jalan fikiran dan jalan fikiran manusia tidak rahmatan lil'aalamiin. Kemurkaan dan keridhaan Allah tak lagi menjadi dasar yang dikedepankan. Kemurkaan dan keridhaan Allah akhirnya dijadikan untuk mengamini jalan fikiran dan jalan perasaan manusia.

Larangan Rasulullah pada umat manusia mengkultuskan diri beliau dengan tegas janga seperti Nasrani mengkultuskan Nabi Isa bin Maryam ini makin menjadi jelas dan terang dengan melihat mengapa kalender Islam dihindarkan dari bertumpu pada kelahiran Rasulullah.
Alih-alih mensakralkan kelahiran beliau, Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa justru menyulut semangat dan kesadaran orang-orang beriman dengan firman-Nya dengan menyebutkan langsung soal kematian beliau.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang (keluar dari ajaran Islam, kembali ke ajaran non Islam)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. 3/Aali 'Imraan : 144)

Rasulullah Bukan Sumber Manfaat, Maupun Penguasa Alam Ghaib, tak Layak Disembah
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".(QS. 7/Al-A'raf : 188)

قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا وَاللهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Katakanlah: "Mengapa kalian menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepada kalian dan tidak (pula) memberi manfa`at?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 5/Al-Maaidah : 76)

Rasulullah Tak Layak Menggubah Sendiri Ayat-ayat Al-Qur'an

وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ بِآيَةٍ قَالُوا لَوْلاَ اجْتَبَيْتَهَا قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan apabila engkau tidak membawa suatu ayat Al Qur'an kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Rabb-ku kepadaku. Al Qur'an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Rabb kalian, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 7/Al-A'raaf : 203)

Bahwa Rasulullah sendiri mengikuti apa yang diwahyukan pada dirinya maka tak selayaknya pula keturunan Rasulullah itu diikuti dan dimuliakan atas dasar alasan karena keturunan nasab beliau.

Beliau bersabda :
مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ (رواه مسلم)
“Barang siapa yang lambat dalam amalnya, niscaya nasabnya tidak mempercepat amalnya tersebut.” (HR. Muslim).

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...