Selasa, 15 Februari 2011

Selamatan Setelah Pernikahan

Pertanyaan :
Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh, Ustadz Ali, saya mau tanya ustadz, apakah ada contoh dari Nabi mengadakan selamatan setelah pernikahan, Ustadz?
Dari Husni, jazakumullah.

Jawaban :
Perlu difahami terlebih dulu kata ‘selamatan’
Kata selamat berarti selamat dari bencana, kemudharatan, kecelakaan, serangan, kesulitan, kesengsaraan dsb.
Tetapi apabila kata selamat itu telah diberi akhiran ‘an’ menjadi ‘selamatan’ maka pengertiannya kental dengan adat tradisi di Jawa, misalnya. Selamatan difahami sebagai upacara yang ada tatacaranya yang baku dan yang bisa berupa syarat dan rukun sebagaimana pada ritual keagamaan. Tatacara beserta syarat dan rukunnya itu terikat hubungannya dengan tempat tertentu, waktu tertentu, peristiwa tertentu dengan unsur kepercayaan atau keyakinan faham.
Ritual keagamaan atau ritus ada yang memahaminya sebagai Ritus adalah suatu tindakan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang bersifat seremonial dan tertata. Ritus terbagi menjadi tiga golongan besar:
*       Ritus peralihan, umumnya mengubah status sosial seseorang, misalnya pernikahan, pembaptisan, atau wisuda.
*       Ritus peribadatan, di mana suatu komunitas berhimpun bersama-sama untuk beribadah, misalnya umat Muslim salat berjamaah, umat Yahudi beribadat di sinagoga atau umat Kristen menghadiri Misa
*       Ritus devosi pribadi, di mana seseorang melakukan ibadah pribadi, termasuk berdoa dan melakukan ziarah, misalnya seorang Muslim atau Muslimah menunaikan ibadah Haji.

Ritus yang mengandung pemujaan terhadap individu makhluk, ia mengandung kultus yang merusak iman. 
Seperti orang ber-‘tahlil’ artinya berdzikir menyebut Allah dengan kalimah thayyibah : laa-ilaaha-ilallaah (tiada ilah yang hak untuk diibadati kecuali Allah). Berdzikir yang diantaranya dengan ber-laa-ilaaha illallaah adalah melaksanakan perintah Allah seperti misalnya  :

Wadzkurisma Rabbika, dan berdzikirlah menyebut  Rabb engkau (QS. 73/Al-Muzzammil : 8).
Adapun ‘tahlilan’ maka kata ini  lebih dimaksudkan untuk mengikuti adanya tata cara tertentu yang bagian-bagiannya tidak utnuk diselisihi apalagi ditinggalkan.

Demikian pula kata shalawat. Bershalawat adalah berarti berdo’a kepada Allah kiranya Allah memberikan shalawat yaitu karunia, barakah dan kemurahan kepada Rasulullah, bukan berarti kata-kata yang diucapkan sebagai semacam mantra-mantra untuk dikirimkan kepada baginda Rasulullah. Bershalawat dalam arti berdo’a sedemikian ini adalah wajib dilaksanakan karena diperintahkan Allah secara lengsung dan harfiah yang tak membutuhkan tafsir dengan firman-Nya :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. 33/Al-Ahzaab : 56)

Jelas bahwa yang dimaksud bukan shalawatan sebagaimana bukan pula tahlilan dan bukan pula selamatan.
Selamatan sendiri merupakan upacara yang ada ketentuan-ketentuan yang pelakunya tidak berani menyelisihinya sehingga merupakan ritual. Selamatan itu sendiri telah digugat oleh Ustadz Abdul Aziz.


Ustadz H. Abdul Aziz, mulanya beliau adalah pemeluk agama Hindu yang taat. Beliau adalah sarjana Hindu, dipersiapkan menjadi pemangku bimbingan agama Hindu di kalangan umatnya. Seluruh saudara dan keluarganya juga beragama Hindu yang diantaranya panutan umat pada lingkupnya.
Ketika masih beragama Hindu, beliau berkedudukan yang lebih kurangnya sebanding dengan ustadz di kalangan umat Muslimin, dibawah tingkat Romo Pinandita ya'ni ulamanya. Dan beliau termasuk tim pemurtad yang mengajak Muslim masuk agama Hindu. Sasaran Hindu adalah umat yang Islamnya cuma di KTP saja. Beliau piawai memimpin upacara (ritual) 'tahlilan' (bukan berdzikir dengan tahlil yang diperintahkan Allah) untuk menjalankan tugasnya. Dalam perjalanan dakwahnya ke dalam agama Hindu, beliau merasakan adanya penentangan dari juru dakwah-juru dakwah muslim. banyak tantangan sehingga kendala tersebut diadukan kepada Romo Pinandita. Romo Panandita menganjurkan agar dia menjalani laku untuk penyempurna ilmu, Yoga Samadhi dengan mengamalkan mantra Om Tryambakam. Barang siapa yang bisa mengamalkan ilmu itu dia akan mempunyai kekuatan supernatural yang bisa menyembuhkan orang sakit, gelisah jadi tenang. Ritual itu harus dilakukan puasa tujuh hari tujuh malam, tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak menggunakan cahaya. Beliau menjalani ritual yoga Samadhi itu. Pada malam kelima, ia diserbu ribuan nyamuk. Ribuan nyamuk dilawannya dengan mantra Om Tryambakam, nyamuk itu hilang. Pada malam keenam, beliau dilanda bau busuk yang sangat tajam mencekam yang timbul dari dalam tubuhnya sendiri. Dilawannya bau bau busuk itu dengan mantra Om Tryambakam, bau busuk itu menghilang. Di hari terakhir, malam ketujuh hingga pukul 02.00 yaga samadhi itu, saat-saat yoga samadhi hampir berakhir, harapan untuk ditemui Tuhan, ternyata tak didapatkan, Tuhan itu tidak muncul. Tetapi kemudian yang muncul adalah suara takbir. Ia sadar esok harinya itu bukanlah 'iedul fithri dan 'iedul adh-ha-nya kaum Muslimin. Suara takbir dilawannya dengan mantra Om Tryambakam, suara takbir tidak hilang, malah semakin kuat. Malam ketujuh yoga samadhi telah berakhir, ia membatalkan dengan minum pada pagi hari dan sudah bisa makan pada siang harinya. Suara takbir yang sebgaimana ia dengar dikumandangkan kaum muslimin pada 'iedul fithri dan 'iedul adh-ha, kemudian ia ketahui adalah kalimah thayyibah. Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Laa ilaaha illallaah (Tiada ilah sesembahan yang diibadati kecuali Allah). Setelah segala dalil, argumentasi, hujjah yang ia peluk selama ini sebelumnya tak ada daya untuk berbunyi lagi, ia tak ada kuasanya menolak kalimah thayyibah untk konversi berserah diri (muslim), masuk Islam dan mempelajari Al-Qur’an dan Assunnah.
Dari cerita diatas bahwa kita harus ambil hikmah, bahwa Hindu punya aturan sendiri, dan Islam juga punya aturan sendiri. Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil.” (QS. 2/Al Baqarah : 42)
Ustadz H. Abdul 'Aziz
Tak ada contoh dari Nabi mengadakan selamatan menyusul pernikahan. Yang diajarkan Rasulullah adalah menyelenggarakan walimah.
Para ulama memasukkan walimah sebagai suatu yang wajib, hal ini didasarkan atas hadits berikut ini. Tatkala telah selesai meminang Aisyah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  bersabda,
إِنَّهُ لاَ بُدَّ لِلْعُرْسِ مِنْ وَلِيمَةٍ
Untuk satu pengantin (dalam riwayat lain disebutkan sepasang pengantin) harus diadakan walimah’(HR. Ahmad dan Thabrani)
Diriwayatkan Anas, ia berkata,’Tatkala Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi seorang perempuan, Beliau mengutus saya untuk mengundang orang-orang makan’ (HR Bukhari dan Baihaqi). Tentang berapa lama walimah itu dilakukan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya selama tiga hari,’Tatkala Nabi saw menikahi Shafiyyah, Beliau menjadikan pembebasan dirinya sebagai mahar. Beliau mengadakan walimah selama tiga hari’(HR. Abu Ya’la)
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,’Bersahabatlah dengan orang-orang mukmin, dan usahakanlah makananmu hanya dimakan oleh orang-orang yang bertakwa’ (HR. Abu Dawud).
Tatkala Abdurrahman bin 'Auf hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al-Anshari (Sa'ad mengajak Abdurrahman ke rumahnya, Sa'ad menyuguhkan makanan lalu keduanyapun makan bersama) Sa’ad berkata,’Wahai saudaraku, saya adalah penduduk Madinah yang paling kaya. Silakan tengok harta-hartaku, lalu ambillah sepruhnya. Aku juga mempunyai dua isteri (sedangkan engkau adalah saudaraku karenaAllah dan engkau belum punya isteri). Siapa diantara keduanya menarik hatimu (katakanlah kepadaku), yang telah engkau pilih itu akan aku cerai, (lalu bila ‘iddahnya sudah selesai silakan engkau nikahi). Abdurrahman menjawab,’(tidak usah begitu, demi Allah) semoga Allah memberkahi isteri dan hartamu. Tunjukkan saja kepadaku pasar’.
Merekapun menunjukkan pasar, lalu Abdurrahman pergi ke pasar. Di sana dia melakukan jual-beli dan mendapatkan keuntungan (selanjutnya dia pergi secara rutin ke pasar). Kadang-kadang dia membawa sedikit keju dan minyak samin (dari sisa dagangannya untuk keluarganya). Hal itu berlangsung lama sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Suatu ketika datang Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan pakaian yang penuh dengan noda-noda minyak wangi ja’faran, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya,’Ada apa denganmu?. Abdurrahman menjawab,’Wahai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, saya telah menikah dengan wanita (Anshar)’ Beliau bertanya,’Apa maskawinnya?’. Dia menjawab,’Emas satu nawat’.
Beliau bersabda :
بَارَكَ اللهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Semoga Allah memberkahi pernikahanmu. Adakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing’
Abdurrahman berkata,’Kiranya saya ingin bisa mengangkat batu yang di bawahnya bisa kutemukan (emas dan perak)’(HR. Bukhari)

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...