Kamis, 07 Juli 2011

Makhluk Surga Menyeberangi Alam Dunia


يَاأَيُّهَا اْلإِنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ      الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ
فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ     كَلاَّ بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ    وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ   كِرَامًا كَاتِبِينَ     يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ    إِنَّ اْلأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ    وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ    يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ    وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Rabb-mu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuh-mu. Bukan hanya durhaka saja, bahkan kalian mendustakan hari pembalasan. Padahal sesungguhnya bagi kalian ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (perbuatan kalian), yang mulia (di fihak Allah) dan yang mencatat (perbuatan-perbuatan kalian itu), mereka mengetahui apa yang kalian kerjakan. Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh keni'matan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari neraka itu. (QS. 82/Al-Infithaar : 6-16)

Memang Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa menyediakan neraka Jahannam bagi kebanyakan manusia sebagaimana firman-Nya.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (ayat-ayat kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagaimana halnya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7/Al-A'raaf : 179)

Tetapi Allah tidak mengundang manusia memasuki neraka melainkan Allah megundang hamba-hamba-Nya yang berjiwa tenang memasuki surga-Nya.

وَاللهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Allah menyeru (mengundang manusia) ke negeri Darussalam (surga di alam akhirat), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). (QS. 10/Yuunus : 25)

Sedangkan yang mengundang manusia memasuki neraka adalah syetan :
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ ءَابَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَى عَذَابِ السَّعِيرِ
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (QS. 31/Luqmaan : 21)

Gangguan Duniawi

Terhadap undangan Allah memasuki surga-Nya itu diantara manusia ada yang membantahnya dengan melancarkan operasi untuk gagasan yang diajdikan ideologi dengan dalih penyelesaian yang baik dan kesepakatan damai.
Alasan penyelesaian yang baik dan kemufakatan damai dijadikan ideologi untuk menggantikan dan mengambil alih ketaatan pada ajaran Allah dan Rasul-Nya sebagai dasar bersikap dan pengambilan keputusan.

فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلاَّ إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu mushibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan kemufakatan damai". (QS. 4/An-Nisaa' : 62).

يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ
Hai manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menanggung balasan bagi anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menanggung balasan bagi bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kalian, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kalian dalam (mentaati) Allah. (QS. 31/Luqmaan : 33)

Induk masa depan di dunia orang yang mengikuti pemerdayaan dunia dan pemerdayaan syetan disabdakan Rasulullah sebagai berikut :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَحْسِرَ الْفُرَاتُ عَنْ جَبَلٍ مِنْ ذَهَبٍ يَقْتَتِلُ النَّاسُ عَلَيْهِ فَيُقْتَلُ مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَيَقُولُ كُلُّ رَجُلٍ مِنْهُمْ لَعَلِّي أَكُونُ أَنَا الَّذِي أَنْجُو

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Kiamat tidak akan datang sehingga sungai Euphrat surut menyingkapkan gunung emas, manusia berperang atasnya, sehingga dari setiap seratus orang akan terbunuh sembilan puluh sembilan. Setiap orang dari mereka mengatakan, "Mudah-mudahan, akulah yang selamat itu" (HR. Muslim, no. 5152)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقِيءُ اْلأَرْضُ أَفْلاَذَ كَبِدِهَا أَمْثَالَ اْلأُسْطُوَانِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فَيَجِيءُ الْقَاتِلُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قَتَلْتُ وَيَجِيءُ الْقَاطِعُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قَطَعْتُ رَحِمِي وَيَجِيءُ السَّارِقُ فَيَقُولُ فِي هَذَا قُطِعَتْ يَدِي ثُمَّ يَدَعُونَهُ فَلاَ يَأْخُذُونَ مِنْهُ شَيْئًا
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Kelak, bumi akan memuntahkan kekayaannya yang terpendam seperti gulungan dari emas dan perak. Kemudian, datanglah pembunuh, ia berkata : 'Untuk inilah aku dulu membunuh'   Datang pula orang yang memutuskan hubungan silaturahim, kemudian ia berkata : 'Karena inilah aku memutus hubungan beriman silaturahimku'. Datang pula pencuri,lalu ia berkata : 'Karena inilah tanganku dihukum potong'   Kemudian mereka meninggalkannya tanpa mengambilnya sedikitpun (HR. Muslim, no. 1683)



Hamba-hamba Allah Makhluk Surga

Undangan Allah memasuki surga-Nya dijawab oleh hamba-hamba Allah yang membangun komunitas kebersamaan berkepemimpinan yang satu sama lainnya saling menyatakan untuk menjadi saksi bahwa hamba-hamba Allah itu adalah makhluk surga dia alam akahirat yang sedang menyeberangi alam kehidupan dunia yang berkarakteristik tipu daya dan ujian.
Dalam perjalanan membangun kebersamaan, makhluk surga akhirat itu dalam menyeberangi alam dunia ini mengalami gangguan yang memudharatinya dari orang yang mau uang tetapi tidak mau hukum Allah yang melekat pada uang itu. Demikian pula kekuasaan sosial, juga kesenangan-kesenangan duniawi lainnya tetapi tidak mau hukum Allah yang melekat padanya.
Para pelancar gangguan mau uang sekecil apapun, kekuasaan ataupun jabatan dan kesenangan duniawi lainnya dengan tidak mau menjadikan alam akhirat sebagai dasar pertimbangan mengambil keputusan dan sikap terhadap malang melintangnya kehidupan di dunia, maka itu pula adalah ternista hina dan teradzab siksa.

فَذُوقُوا بِمَا نَسِيتُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا إِنَّا نَسِينَاكُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْخُلْدِ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Maka rasailah oleh kalian (siksa ini) disebabkan kalian melupakan (tidak mau tahu) akan pertemuan dengan hari kalian ini (Hari Kiamat); sesungguhnya Kami telah melupakan kalian (pula) dan rasakanlah siksa yang kekal, disebabkan apa yang selalu kalian kerjakan". (QS. 32/As-Sajdah : 14)

Berpusatkan di Masjid ini, hamba-hamba Allah menyambut undangan Allah ke surganya itu dengan berkesaksian bahwa inilah hamba-hamba Allah makhluk surga-Nya di akhirat sedang menyeberangi alam tipu daya, senda guaru, permainan, berbangga-banggaan kekayaan dan kedudukan sosial dan jabatan, alam kehidupan dunia.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي َلأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي اْلأَرْضِ وََلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ(39)
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya (QS. 15/Al-Hijr : 39)

Demi syetan telah bersumpah menjadikan manusia memandang indah (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan untuk menyesatkannya maka hamba-hamba Allah yang memilih menjadikan dirinya makhluk surga akhirat yang sedang menyeberangi alam kehidupan dunia ini mengalami gangguan untuk memudharati dirinya, perjalanannya mendapatkan pencederaan yang dilancarkan oleh kekuatan yang mau uangnya tetapi tidak mau hukum Allah pada uang itu. Mau kedudukan dan jabatan tetapi tidak hukum Allah pada kedudukan dan jabatan itu. Mau kesenangan dunia tetapi menentang hukum Allah yang ada pada kesenangan-kesenangan dunia itu.
Gangguan untuk memudharati dan pencederaan itu dijalankan oleh kepentingan uang dari skala yang hanya puluhan ribu rupiah dengan kecurangan hingga skala global yang dikatakan oleh Profesor Emeritus Universitas Binghamton, AS, James Petras.
Perang imperial Amerika untuk mengamankan kepentingan ekonominya di antara negara-negara Teluk penghasil minyak (Kuwait dan Arab Saudi) demikian pula untuk perluasan pengaruh Israel di Timur Tengah. Kepentingan itu dilihatnya sebagai peluncuran pemerintahan dunia pada Tata Dunia Baru yang berpusat pada supremasi AS dengan dukungan sekutunya di dunia dan didanai oleh negara Arab penghasil minyak yang kaya. (James Petras, Zionisme dan Keruntuhan Amerika, Zahra Publishing House, Jakarta, cet. 1, 2009, hal. 188). Tidak hanya berhenti sampai di suatu tempat ataupun periode, lebih dari itu mobilisasi riil barisan negara-negara seluruh jagad dibelakang PBB terus didemonstrasikan hingga tingkat over actingnya sangat tidak rasional dibanding dengan sosok riil momok yang diperanginya, terorisme. Over acting yang tidak rasional itu makin tajam ditunjukkan dengan adanya Pemerintah Arab Saudi memberikan dana sebesar US$10 Juta kepada lembaga baru PBB untuk memerangi terorisme di pekan ini.

Kamis, 02 Juni 2011

Shalat Hajat, Ritual Dalam Pertanyaan

Pertanyaan :
Ustadz, adakah shalat hajat dalam ajaran Islam?. Saya pernah membaca buku tentang shalat disebutkan ajaran shalat hajat. Tetapi saya betanya pada teman saya tentang hal ini, ia mengatakan, tidak ada.

Jawaban :
Seyogyanya, janganlah bertanya tentang adanya ajaran Islam untuk shalat hajat atau tidak adanya.
Bila mendapati haditsnya, semestinya diteliti apakah isi dan periwayatan hadits itu benar dari Rasulullah. Bila benar, lakukanlah sebagai cara untuk melaksanakan perintah Allah :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabb kalian berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya Aku menjawab dengan dikabulkannya bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari mengibadati Aku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. 40/Al-Mu'min : 60)
Dengan melaksanakan ajaran shalat dalam hadits yang isi dan periwayatannya benar dari Rasulullah, selesai masalahnya. Tidak ada urusannya, apakah shalat itu mau disebut shalat hajat, shalat supaya do’a dikabulkan, shalat mutlak atau apapun sebutannya, selesai. Kita sendiri bisa menyebutkannya sebagai shalat apapun dengan sebutan kandungan do’a yang akan dipanjatkan.
Bila tidak ada, janganlah dilakukan, dengan demikian kita tidak perlu membebani diri dengan apa yang sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya tidak membebankkannya.
Berikut adalah diantara hadits-hadits yang dikatakan sebagai tuntunan shalat hajat.
Dalam kitab Al-Musnad-nya, Ahmab bin Hanbal menulis pada nomor 26225 hadits dari Muhammad bin Bakr dari Maimun ya'ni Abu Muhammad Al-Maraiy At-Tamimy dari Yahya bin Abi Katsir meriwayatkan :
عَنْ يُوسُفَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ صَحِبْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَعَلَّمُ مِنْهُ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ آذِنِ النَّاسَ بِمَوْتِي فَآذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِهِ فَجِئْتُ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ فَقُلْتُ قَدْ آذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِكَ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ أَخْرِجُونِي فَأَخْرَجْنَاهُ قَالَ أَجْلِسُونِي قَالَ فَأَجْلَسْنَاهُ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطاَهُ اللهُ مَا سَأَلَ مُعَجِّلاً أَوْ مُؤَخِّرًا
قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَاْلإِلْتِفَاتَ فَإِنَّهُ لاَ صَلاةَ لِلْمُلْتَفِتِ فَإِنْ غُلِبْتُمْ فِي التَّطَوُّعِ فَلاَ تُغْلَبُنَّ فِي الْفَرِيضَةِ
Dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, ia berkata : Aku bersahabat dengan Abu Darda', aku belajar darinya. Pada saat-saat kedatangan kematiannya Abu Darda' berkata : "Panggilkan manusia pada saat-saat aku menghadapi kematian". Maka aku memanggil manusia pada saat-saat ia menghadapi kematiannya, maka aku datang dan rumah itu dan lainnya telah penuh.
Yusuf bin Abdullah bin Salam berkata : Aku berkata : Sungguh aku telah memanggil manusia pada saat-saat engkau menghadapi kematianmu, dan rumah ini dan lainnya telah penuh.
Abu Darda' berkata : "Keluarkanlah aku!"
Maka mengeleurkan dia.
Abu Darda' berkata : "Dudukkanlah aku!"
Maka kami mendudukkan dia.
Abu Darda' berkata : "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Siapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya itu, kemudian shalat dua raka'at  dan menyempurnakan kedua raka'atnya itu maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat"
Abu Darda' berkata :  Jagalah dirimu dari luput memperlakukan. Karena tidak ada shalat bagi orang yang luput memperlakukan. Jika kalian dikalahkan oleh pelaksanaan tathawwu' yang bukan fardhu, maka janganlah kalian dikalahkan yang kalian mengalahkan yang fardhu ( HR.Ahmad )

Hadits ini sanadnya (urut-urutan periwayatannya) ada yang terputus yaitu periwayatan antara Yahya bin Abi Katsir terputus tidak langsung dari Yusuf bin Abdullah bin Salam dan Ahmad bin Hanbal meriwayatkan hadits ini sendirian.

Walaupun tanpa kata-kata Abu Darda' yang maksudnya adalah janganlah shalat tathawwu' yang bukan fardhu dilakukan mengalahkan pelaksanaan shalat fardhu dengan pertimbangan urut-urutan periwayatan dari Abu Darda' itu ada yang terputus, seyogyanya dengan sendirinya orang yang adil mesti menggunakan pertimbangan untuk tidak mengalahkan pelaksanaan shalat fardhu dengan mengutamakan shalat tathawwu'.
Hal yang fatal terjadi pada seorang pemuda dari Tanjunganom, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sebut saja ia Bin Al-Hadi. Pemuda yang lahir tahun 1986 itu tidak kunjung terentaskan dari permasalahan hidup diri dan keluarganya. Ia berusaha mencari jalan keluar dari keadaan yang kurang menguntungkan itu dengan aktif mengikuti upacara-upacara istighatsah yang jamak digelar masyarakat beragama Islam sebagai upacara ritual berdo'a dan mengadu kepada Tuhan secara seremonial, dzikir bersama dan sebagainya. "Istighatsah" adalah kata dalam bahasa Arab yang arti literalnya "pengaduan". Upacara istghatsah yang sering diikutinya di kota pesantren itu biasa berlangsung hingga larut malam menjadikan pemuda itu sering terlewatkan shalat shubuhnya. Pada perkembangannya pemuda itu menjadi orang yang shalat fardhu lima waktunya tidak penuh terjaga dijalankan. Hasilnya, jalan hidupnya tidak saja secara duniawi tetap juga dalam kesempitan.

Dengan melaksanakan shalat dua raka'at yang dikatakan berdasarkan hadits terputus tersebut diatas dengan semangat berdo'a untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang biasanya urusannya untuk kepentingan duniawi dilakukan oleh orang yang shalat malam bertahjjudnya kurang terjaga, maka shalat malam bertahajjud yang perintahnya langsung difirmankan Allah dalam Al-Qur'an QS. 17/Al-Israa' : 79 dan QS. 73/Al-Muzzammil : 1-4) bisa terkalahkan, luput diperlakukannya. Demikiain pula bila shalat malam bertahajjud mengalahkan ditegakkannya shalat fardhu lima waktu pada waktunya.
Apakah yang selayaknya diberikan Allah kepada orang yang membiarkan institusi lima rukun Islam yang diperjuangkan Rasulullah terbangun melembaga dalam kehidupan umat beriman sebagai kewajiban fardhu 'ain dibongkar menjadi rusak dikalahkan dengan melembagakan ritual-ritual dan upacara-upacara keagamaan yang tidak dilembagakan Rasulullah?. Apalagi bila sesuatu ritual atau sebagian dari syarat dan rukunnya, tathawwu' saja ia juga bukan yang diajarkan oleh beliau.
Rusak dan hancurnya institusi keenam rukun iman dan institusi kelima rukun Islam yang melembaga dalam kehidupan umat beriman yang dibangun Rasulullah dengan perjuangan beliau itu termasuk hasil dipecahbelahnya antara satu dengan yang lainnya rasul-rasul Allah, demikian pula malaikat-malaikat, kitab-kitab, ayat-ayat Allah dalam missi devide et impera.

Demikian pula ada yang mendasarkan pada hadits berikut ini, maka perhatikanlah untuk apa shalat dua raka'at ini dilakukan :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى اْلأَسْلَمِيِّ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللهِ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لِيَقُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِي ثُمَّ يَسْأَلُ اللهَ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ مَا شَاءَ فَإِنَّهُ يُقَدَّرُ
Dari Abdullah bin Abi Aufa Al-Aslamy, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang baginya ada hajat (keperluan) pada Allah atau pada salah seorang dari makhluknya maka hendaklah ia berwudhu dan shalat dua raka'aat, kemudian hendaklah membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِي
Tiada yang hak diibadati kecuali Allah yang Mahasantun lagi Mahamulia. Mahasuci Allah Rabb-nya 'Arsy yang agung. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Allahumma ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada Engkau dijawabnya (permintaanku akan) rahmat-Mu, dambaanku akan ampunan-Mu, perolehan akan setiap perbuatan bakti, keselamatan dari setiap dosa. Aku memohon kepada Engkau kiranya Engkau tidak membiarkan bagiku ini sesuatu dosapun kecuali Engkau mengampuninya, tidak pula yang membuatku merana kecuali Engkau berikan jalan keluarnya dan tidak pula sesuatu hajat yang adalah bagi-Mu Engkau ridha kecuali Engkau memenuhinya bagiku.
Kemudian ia meminta kepada Allah akan urusan dunia dan akhirat apa yang ia kehendaki, maka sesungguhnya ia akan ditakdirkan. (HR. Ibnu Majah)
Bacaan tahlil, tasbih dan tahmid kemudian bacaan do'a berikutnya tersebut dalam hadits ini menunjukkan koridor permintaan kepada Allah sehingga menjadi jelas dan pasti bahwa do'a yang tak ada hubungannya atau terlepas dari koridor itu (biasanya demi kesenangan duniawi) tidaklah pada tempatnya. Koridor itu ialah berdo'a akan rahmat Allah, ampunan-Nya, tidak terputus perolehan dari perbuatan taat pada ajaran-Nya, jalan keluar dan hajat yang diridhai Allah.
Demikian pula, sungguh tidak pada tempatnya bila dengan shalat kemudian do’anya menggunakan makhluk sebagai perantara, wasilah ataupun mantra.

Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS. 3/Aali 'Imraan : 133)
Dalam hal maksud yang dituju terdapat pula ketidakadilan yaitu ampunan Allah dan surga-Nya yang semestinya diburu untuk melaksanakan perintah Allah tersebut dikalahkan oleh perebutan kekuasaan, kekayaan dan kesenangan duniawi.

Demikian pula amal perbuatan riatual dan mencari karunia Allah dengan bekerja berprofesi untuk tujuan yang diperintahkan Allah itu disikapi tidak adil dengan melakoni peribadatan ritual untuk tujuan keuntungan dalam perebutan harta, kekuasaan, dan kesenangan  duniawi.
Dalam keadaan Rasulullah telah memberikan ajarannya dengan sabdanya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفُهُ وَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً فَلْيَعُذْ بِهِ 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Akan terjadi berbagai fitnah, di mana orang yang duduk pada masa fitnah itu lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, manakala orang yang berjalan lebih baik dari orang yang berlari melibatkan dirinya dalam fitnah tersebut, orang yang terlibat dalam fitnah tersebut akan mengalami kehancuran. Barasngsiapa yang mendapati tempat berlindung maka hendaklah ia berlindung dari fitnah tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَن أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي فَاكْسِرُوا قِسِيَّكُمْ وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا بِسُيُوفِكُمُ الْحِجَارَةَ فَإِنْ دُخِلَ عَلَى أَحَدِكُمْ بَيْتَهُ فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya menjelang kiamat ada fitnah-fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seseorang di masa fitnah itu dalam keadaan beriman dan pada sore hari dalam keadaan kafir. Pada sore hari ia dalam keadaan beriman dan pada pagi hari ia dalam keadaan kafir. Orang yang duduk di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berdiri. Orang yang berdiri di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berjalan. Orang berjalan di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berjalan cepat. Maka, patahkanlah busur-busur kalian, putus-putuslah tali-tali busur kalian dan pukulkanlah pedang-pedang pada batu. Maka jika salah seorang diantara kalian dimasuki fitnah pada rumahnya maka hendaklah ia seperti satu orang yang baik diantara dua anak Adam (seperti Habil dibunuh oleh Qabil) HR. (Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani dan Ibnu Hibban)

Selasa, 15 Februari 2011

Selamatan Setelah Pernikahan

Pertanyaan :
Assalaamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh, Ustadz Ali, saya mau tanya ustadz, apakah ada contoh dari Nabi mengadakan selamatan setelah pernikahan, Ustadz?
Dari Husni, jazakumullah.

Jawaban :
Perlu difahami terlebih dulu kata ‘selamatan’
Kata selamat berarti selamat dari bencana, kemudharatan, kecelakaan, serangan, kesulitan, kesengsaraan dsb.
Tetapi apabila kata selamat itu telah diberi akhiran ‘an’ menjadi ‘selamatan’ maka pengertiannya kental dengan adat tradisi di Jawa, misalnya. Selamatan difahami sebagai upacara yang ada tatacaranya yang baku dan yang bisa berupa syarat dan rukun sebagaimana pada ritual keagamaan. Tatacara beserta syarat dan rukunnya itu terikat hubungannya dengan tempat tertentu, waktu tertentu, peristiwa tertentu dengan unsur kepercayaan atau keyakinan faham.
Ritual keagamaan atau ritus ada yang memahaminya sebagai Ritus adalah suatu tindakan, biasanya dalam bidang keagamaan, yang bersifat seremonial dan tertata. Ritus terbagi menjadi tiga golongan besar:
*       Ritus peralihan, umumnya mengubah status sosial seseorang, misalnya pernikahan, pembaptisan, atau wisuda.
*       Ritus peribadatan, di mana suatu komunitas berhimpun bersama-sama untuk beribadah, misalnya umat Muslim salat berjamaah, umat Yahudi beribadat di sinagoga atau umat Kristen menghadiri Misa
*       Ritus devosi pribadi, di mana seseorang melakukan ibadah pribadi, termasuk berdoa dan melakukan ziarah, misalnya seorang Muslim atau Muslimah menunaikan ibadah Haji.

Ritus yang mengandung pemujaan terhadap individu makhluk, ia mengandung kultus yang merusak iman. 
Seperti orang ber-‘tahlil’ artinya berdzikir menyebut Allah dengan kalimah thayyibah : laa-ilaaha-ilallaah (tiada ilah yang hak untuk diibadati kecuali Allah). Berdzikir yang diantaranya dengan ber-laa-ilaaha illallaah adalah melaksanakan perintah Allah seperti misalnya  :

Wadzkurisma Rabbika, dan berdzikirlah menyebut  Rabb engkau (QS. 73/Al-Muzzammil : 8).
Adapun ‘tahlilan’ maka kata ini  lebih dimaksudkan untuk mengikuti adanya tata cara tertentu yang bagian-bagiannya tidak utnuk diselisihi apalagi ditinggalkan.

Demikian pula kata shalawat. Bershalawat adalah berarti berdo’a kepada Allah kiranya Allah memberikan shalawat yaitu karunia, barakah dan kemurahan kepada Rasulullah, bukan berarti kata-kata yang diucapkan sebagai semacam mantra-mantra untuk dikirimkan kepada baginda Rasulullah. Bershalawat dalam arti berdo’a sedemikian ini adalah wajib dilaksanakan karena diperintahkan Allah secara lengsung dan harfiah yang tak membutuhkan tafsir dengan firman-Nya :
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya (QS. 33/Al-Ahzaab : 56)

Jelas bahwa yang dimaksud bukan shalawatan sebagaimana bukan pula tahlilan dan bukan pula selamatan.
Selamatan sendiri merupakan upacara yang ada ketentuan-ketentuan yang pelakunya tidak berani menyelisihinya sehingga merupakan ritual. Selamatan itu sendiri telah digugat oleh Ustadz Abdul Aziz.


Ustadz H. Abdul Aziz, mulanya beliau adalah pemeluk agama Hindu yang taat. Beliau adalah sarjana Hindu, dipersiapkan menjadi pemangku bimbingan agama Hindu di kalangan umatnya. Seluruh saudara dan keluarganya juga beragama Hindu yang diantaranya panutan umat pada lingkupnya.
Ketika masih beragama Hindu, beliau berkedudukan yang lebih kurangnya sebanding dengan ustadz di kalangan umat Muslimin, dibawah tingkat Romo Pinandita ya'ni ulamanya. Dan beliau termasuk tim pemurtad yang mengajak Muslim masuk agama Hindu. Sasaran Hindu adalah umat yang Islamnya cuma di KTP saja. Beliau piawai memimpin upacara (ritual) 'tahlilan' (bukan berdzikir dengan tahlil yang diperintahkan Allah) untuk menjalankan tugasnya. Dalam perjalanan dakwahnya ke dalam agama Hindu, beliau merasakan adanya penentangan dari juru dakwah-juru dakwah muslim. banyak tantangan sehingga kendala tersebut diadukan kepada Romo Pinandita. Romo Panandita menganjurkan agar dia menjalani laku untuk penyempurna ilmu, Yoga Samadhi dengan mengamalkan mantra Om Tryambakam. Barang siapa yang bisa mengamalkan ilmu itu dia akan mempunyai kekuatan supernatural yang bisa menyembuhkan orang sakit, gelisah jadi tenang. Ritual itu harus dilakukan puasa tujuh hari tujuh malam, tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak menggunakan cahaya. Beliau menjalani ritual yoga Samadhi itu. Pada malam kelima, ia diserbu ribuan nyamuk. Ribuan nyamuk dilawannya dengan mantra Om Tryambakam, nyamuk itu hilang. Pada malam keenam, beliau dilanda bau busuk yang sangat tajam mencekam yang timbul dari dalam tubuhnya sendiri. Dilawannya bau bau busuk itu dengan mantra Om Tryambakam, bau busuk itu menghilang. Di hari terakhir, malam ketujuh hingga pukul 02.00 yaga samadhi itu, saat-saat yoga samadhi hampir berakhir, harapan untuk ditemui Tuhan, ternyata tak didapatkan, Tuhan itu tidak muncul. Tetapi kemudian yang muncul adalah suara takbir. Ia sadar esok harinya itu bukanlah 'iedul fithri dan 'iedul adh-ha-nya kaum Muslimin. Suara takbir dilawannya dengan mantra Om Tryambakam, suara takbir tidak hilang, malah semakin kuat. Malam ketujuh yoga samadhi telah berakhir, ia membatalkan dengan minum pada pagi hari dan sudah bisa makan pada siang harinya. Suara takbir yang sebgaimana ia dengar dikumandangkan kaum muslimin pada 'iedul fithri dan 'iedul adh-ha, kemudian ia ketahui adalah kalimah thayyibah. Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Allahu Akbar (Allah Mahabesar). Laa ilaaha illallaah (Tiada ilah sesembahan yang diibadati kecuali Allah). Setelah segala dalil, argumentasi, hujjah yang ia peluk selama ini sebelumnya tak ada daya untuk berbunyi lagi, ia tak ada kuasanya menolak kalimah thayyibah untk konversi berserah diri (muslim), masuk Islam dan mempelajari Al-Qur’an dan Assunnah.
Dari cerita diatas bahwa kita harus ambil hikmah, bahwa Hindu punya aturan sendiri, dan Islam juga punya aturan sendiri. Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَلاَ تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan yang bathil.” (QS. 2/Al Baqarah : 42)
Ustadz H. Abdul 'Aziz
Tak ada contoh dari Nabi mengadakan selamatan menyusul pernikahan. Yang diajarkan Rasulullah adalah menyelenggarakan walimah.
Para ulama memasukkan walimah sebagai suatu yang wajib, hal ini didasarkan atas hadits berikut ini. Tatkala telah selesai meminang Aisyah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam  bersabda,
إِنَّهُ لاَ بُدَّ لِلْعُرْسِ مِنْ وَلِيمَةٍ
Untuk satu pengantin (dalam riwayat lain disebutkan sepasang pengantin) harus diadakan walimah’(HR. Ahmad dan Thabrani)
Diriwayatkan Anas, ia berkata,’Tatkala Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menikahi seorang perempuan, Beliau mengutus saya untuk mengundang orang-orang makan’ (HR Bukhari dan Baihaqi). Tentang berapa lama walimah itu dilakukan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya selama tiga hari,’Tatkala Nabi saw menikahi Shafiyyah, Beliau menjadikan pembebasan dirinya sebagai mahar. Beliau mengadakan walimah selama tiga hari’(HR. Abu Ya’la)
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,’Bersahabatlah dengan orang-orang mukmin, dan usahakanlah makananmu hanya dimakan oleh orang-orang yang bertakwa’ (HR. Abu Dawud).
Tatkala Abdurrahman bin 'Auf hijrah ke Madinah, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al-Anshari (Sa'ad mengajak Abdurrahman ke rumahnya, Sa'ad menyuguhkan makanan lalu keduanyapun makan bersama) Sa’ad berkata,’Wahai saudaraku, saya adalah penduduk Madinah yang paling kaya. Silakan tengok harta-hartaku, lalu ambillah sepruhnya. Aku juga mempunyai dua isteri (sedangkan engkau adalah saudaraku karenaAllah dan engkau belum punya isteri). Siapa diantara keduanya menarik hatimu (katakanlah kepadaku), yang telah engkau pilih itu akan aku cerai, (lalu bila ‘iddahnya sudah selesai silakan engkau nikahi). Abdurrahman menjawab,’(tidak usah begitu, demi Allah) semoga Allah memberkahi isteri dan hartamu. Tunjukkan saja kepadaku pasar’.
Merekapun menunjukkan pasar, lalu Abdurrahman pergi ke pasar. Di sana dia melakukan jual-beli dan mendapatkan keuntungan (selanjutnya dia pergi secara rutin ke pasar). Kadang-kadang dia membawa sedikit keju dan minyak samin (dari sisa dagangannya untuk keluarganya). Hal itu berlangsung lama sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Suatu ketika datang Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan pakaian yang penuh dengan noda-noda minyak wangi ja’faran, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya,’Ada apa denganmu?. Abdurrahman menjawab,’Wahai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, saya telah menikah dengan wanita (Anshar)’ Beliau bertanya,’Apa maskawinnya?’. Dia menjawab,’Emas satu nawat’.
Beliau bersabda :
بَارَكَ اللهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Semoga Allah memberkahi pernikahanmu. Adakanlah walimah meskipun hanya dengan seekor kambing’
Abdurrahman berkata,’Kiranya saya ingin bisa mengangkat batu yang di bawahnya bisa kutemukan (emas dan perak)’(HR. Bukhari)

Rabu, 26 Januari 2011

Kultus Terhadap Makhluk Merusak Iman

Kultuskan Yesus di Afrika dan masyarakat
Micronesia lainnya berambut kriting

Bila ada yang mangatakan kultus berarti pemujaan; bentuk upacara, maka kultus mengandung makna : kepercayaan, pengabdian,  iman, perdewaan, penghormatan, upacara, ritus, ritual, pemujaan
Maka ada juga yang memahami adanya orang yang menunjukkan pengabdian yang kuat atas suatu subyek, orang, atau peristiwa yang adalah makhluk dan terus berlangsung walaupun yang diabdi itu sudah tidak ada lagi di alam nyata.
Demikian pula sosok kepercayaan dan praktek penyembahan dan pemujaan pada yang didewakan sebagai sumber nilai kehidupan.

Ali bin Abi Thalib di Jalan yang Ditempuh Rasulullah :

Hal yang menjadi muatan makna kultus yaitu antara lain kekaguman menggila, pendewaan, penghormatan bernilai ritual, pemujaan yang mengandung nuansa upacara pengabdian dan penyembahan pada yang didewakan sebagai sumber nilai kehidupan adalah hak hanya titujukan bagi Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa semata yang tiada sekutu bagi Allah, siapa dan apapun jua.
Sedangkan yang hak bagi Rasulullah, demikian juga Rasul-Rasul Allah yang lain termasuk Nabi Isa 'alaihimus-salaam sekalipun, hanyalah diikuti bukan dikultuskan sebagaiamana pengertiannya yang terakhir tersebut.  
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ 
“Katakanlah:"Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3/Ali ‘Imran: 31)
Yang hak bagi Rasulullah yaitu mengikuti beliau demi karena Allah memberikan kenabian dan al-kitab yang diwahyukan kepada beliau adalah mengimani beliau sebagaimana Rasul-Rasul Allah yang lain dan mentaati beliau.

Mengikuti Rasulullah, mengimani dan mentaati beliau tidak dengan pengagungan yang melampaui kenabian beliau sehingga mengkultuskan, adalah sebagaimana yang tetap menjadi pendirian Ali bin Abi Thalib.
عَنْ عِكْرِمَةَ عَن ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَلِيًّا كَانَ يَقُوْلُ فِي حَيَاةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ "وَاللهِ لاَ نَنْقَلِبُ عَلَى أَعْقَابِنَا بَعْدَ إِذْ هَدَانَا اللهُ وَاللهِ لَئِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ َلأُقَاتِلَنَّ عَلَى مَا قَاتَلَ عَلَيْهِ حَتىَّ أَمُوْتَ وَاللهِ إِنِّي َلأَخُوْهُ وَوَلِيُّهُ وَابْنُ عَمِّهِ وَوَارِثُهُ فَمَنْ أَحَقُّ بِهِ مِنِّي (الطبراني)
Dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, bahwasanya 'Ali radhiyallaahu 'anhum adalah berkata pada masa Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam masih hidup : "Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang (keluar dari ajaran Islam, kembali ke ajaran non Islam)?" Demi Allah kami tidak akan balik ke belakang (keluar dari ajaran Islam, kembali ke ajaran non Islam) setelah Allah memberikan hidayah kepada kami. Demi Allah, sungguh jika beliau wafat atau terbunuh, aku akan berperang di jalan apa yang beliau berperang sehingga aku mati. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah saudara beliau, kekasih beliau, anak paman beliau dan ahli waris beliau, maka siapakah yang lebih berhak dalam hubungan itu semua dengan beliau dibandingkan dengan aku ? (HR. Ath-Thabrany)

Rasulullah Melarang Orang Mengkultuskan Dirinya

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً يُثْنِي عَلَى رَجُلٍ وَيُطْرِيهِ فِي الْمِدْحَةِ فَقَالَ لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ الرَّجُلِ
Dari Abu Musa radhiyallaahu 'nahu katanya: Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mendengar seorang lelaki sedang memuji seorang lelaki secara berlebih-lebihan, lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam segera bersabda: Sesungguhnya kalian telah menghancurkan atau mematahkan tulang punggung orang lelaki itu. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ عُبَيْدِاللهِ بْنِ عَبْدِاللهِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمْ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ
Dari 'Ubaidillah bin Abdillah dari Ibnu 'Abbas, ia mendengan 'Umar radhiyallahu 'anhum berkata di atas mimbar : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Janganlah kalian mengkultuskan aku seperti orang-orang Nasrani mengkultuskan terhadap putra Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba Allah, maka katakanlah 'Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya” (HR. Al-Bukhari)
Pengkultusan terhadap putra Maryam bahkan dikatakan sebagai berikut :
Kristus dikatakan sebagai salah satu dari tiga unsur Ketuhanan (Godhead). Siapapun yang masuk ke sebuah gereja, gereja manapun yang diakui secara tradisional, bagaimanapun juga akan segera melihat absennya dua per tiga dari Ketuhanan ini secara telanjang, dengan hanya figur satu-satunya  yang terpampang, Yesus. Bapak dan Roh Tuhan telah dilupakan hampir sepenuhnya, dan sebagai gantinya Yesus Kristus mendapatkan kedudukan terkemuka (Sejarah Teks Al-Qur'an, dari Wahyu sampai Kompilasi, Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Prof. Dr. M.M. Al-A'zami, Gema Insani, Jakarta, cet. I, 2005, hal. 299)

Pada kenyataannya ajaran Gereja yang kuat tumpuannya pada kelahiran Nabi Isa putra Maryam menjadi kekuatan kepercayaan system keagaaman Nasrani di luar diwahyukannya Injil yang murni dari Allah.
Dengan demikian mendasarkan keyakinan dan peribadatan pada kelahiran Nabi Isa putra Maryam menjadikan Nasrani sebagai agama Gereja berpemujaan pada Nabi Isa putra Maryam melebihi kenabian dan kerasulannya, dipuja sebagai juru selamat, dipuja sebagai Tuhan.
Pada gilirannya keimanan dan peribadatan Nasrani yang aslinya berdasarkan Injil yang murni diwahyukan Allah yang tidak membutuhkan hutang budi pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) beralihlah kepercayaan dan ritual Kristiani sepenuhnya berbasis dan bergantung pada teologi hasil susunan dan pengembangan manusia tak ada lagi ada urusan pada Injil yang asli murni diwahyukan Allah.

Ajaran Nasrani menjadi sedemikian bergantung pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) adalah tak dapat ditawar lagi karena bila tidak demikian Agama Gereja tidak cukup mempunyai pijakan ajaran iman sedangkan kitab suci Injil yang asli dan murni diwahyukan Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa, jejaknya telah dirubah oleh Yahudi.
Efek yang menipu dari kekristianian yang sedemikian itu adalah umat Islam yang aslinya dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah sama sekali tidak membutuhkan hutang budi pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) banyak yang dipengaruhi menjadi sedemikian bergantung pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia). Dan bahkan tak sedikit umat Islam yang sedemikian bergantung pada teologi (ilmu ketuhanan yang disusun manusia) yang dikatasifati "Islam" menjadi tidak perlu terikat dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah. Bahkan mendengar ayat-ayat Allah dalam Al-Qur'an ditilawahkan dan sunnah Rasulullah dibacakan, diberitakan dari belaiu, keduanya untuk ditaati, tak sedikit orang muslim takut menjadi dikenal literer, takut menjadi terkesan tidak moderat, takut menjadi dipandang tidak toleran, takut menjadi dihukumi jalan fikiran dan jalan fikiran manusia tidak rahmatan lil'aalamiin. Kemurkaan dan keridhaan Allah tak lagi menjadi dasar yang dikedepankan. Kemurkaan dan keridhaan Allah akhirnya dijadikan untuk mengamini jalan fikiran dan jalan perasaan manusia.

Larangan Rasulullah pada umat manusia mengkultuskan diri beliau dengan tegas janga seperti Nasrani mengkultuskan Nabi Isa bin Maryam ini makin menjadi jelas dan terang dengan melihat mengapa kalender Islam dihindarkan dari bertumpu pada kelahiran Rasulullah.
Alih-alih mensakralkan kelahiran beliau, Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa justru menyulut semangat dan kesadaran orang-orang beriman dengan firman-Nya dengan menyebutkan langsung soal kematian beliau.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللهُ الشَّاكِرِينَ
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kalian berbalik ke belakang (keluar dari ajaran Islam, kembali ke ajaran non Islam)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. 3/Aali 'Imraan : 144)

Rasulullah Bukan Sumber Manfaat, Maupun Penguasa Alam Ghaib, tak Layak Disembah
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman".(QS. 7/Al-A'raf : 188)

قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لاَ يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا وَاللهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Katakanlah: "Mengapa kalian menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepada kalian dan tidak (pula) memberi manfa`at?" Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 5/Al-Maaidah : 76)

Rasulullah Tak Layak Menggubah Sendiri Ayat-ayat Al-Qur'an

وَإِذَا لَمْ تَأْتِهِمْ بِآيَةٍ قَالُوا لَوْلاَ اجْتَبَيْتَهَا قُلْ إِنَّمَا أَتَّبِعُ مَا يُوحَى إِلَيَّ مِنْ رَبِّي هَذَا بَصَائِرُ مِنْ رَبِّكُمْ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan apabila engkau tidak membawa suatu ayat Al Qur'an kepada mereka, mereka berkata: "Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu?" Katakanlah: "Sesungguhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Rabb-ku kepadaku. Al Qur'an ini adalah bukti-bukti yang nyata dari Rabb kalian, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 7/Al-A'raaf : 203)

Bahwa Rasulullah sendiri mengikuti apa yang diwahyukan pada dirinya maka tak selayaknya pula keturunan Rasulullah itu diikuti dan dimuliakan atas dasar alasan karena keturunan nasab beliau.

Beliau bersabda :
مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ (رواه مسلم)
“Barang siapa yang lambat dalam amalnya, niscaya nasabnya tidak mempercepat amalnya tersebut.” (HR. Muslim).

Sabtu, 25 Desember 2010

Pesan Ilahiah pada Bencana Alam 26 Desember 2004

Kejadian luar biasa yang dialami sebagai musibah, ada penganut agama yang menyikapinya dengan ratapan kekal seperti adanya tembok ratapan. Adapula yang disikapi dengan penyesalan abadi sebagaimana apa yang diyakini dengan dosa warisan.
Dalam pandangan Islam musibah seperti air bah, guntur yang menghancurkan atau gempa dalam sejarah dipandang oleh orang-orang yang beriman  sebagai peristiwa yang luar biasa mengandung pesan yang sangat berharga memberikan impressi penyadaran yang mendalam yang seyogyanya ditangkap sebagai pesan ilahiah. Disamping penyikapan orang-orang beriman sejak dari dasar penyerahan diri pada ajaran yang diwahyukan ini, ada penyikapan lain yang serba tidak menguntungkan karena setidaknya tiga model lain penyikapan terhadap ajaran Islam yang diwahyukan Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa yang melatarbelakanginya.

Pertama : Umat penyembah berhala
 وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُبِينٌ  أَنْ لاَ تَعْبُدُوا إِلاَّ اللهَ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ أَلِيمٍ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan".(QS. 11/Huud : 25-26)

وَقَالُوا لاَ تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنَّ وَدًّا وَلاَ سُوَاعًا وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa`, yaghuts, ya`uq dan nasr". (QS. 71/ Nuh : 23)

Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.
Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (QS. 11/Huud : 36-38)

Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (QS. 11/Huud : 40)

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung.
(QS. 11/Huud : 42)


Kedua : Umat yang berprilaku ma’shiat

وَلَمَّا جَاءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَقَالَ هَذَا يَوْمٌ عَصِيبٌ
Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit dadanya karena kedatangan mereka, dan dia berkata: "Ini adalah hari yang amat sulit." (QS. 11/Huud : 77)

وَجَاءَهُ قَوْمُهُ يُهْرَعُونَ إِلَيْهِ وَمِنْ قَبْلُ كَانُوا يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ قَالَ يَاقَوْمِ هَؤُلاَءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ
Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteri (negeri) ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama) ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?"  (QS. 11/Huud : 78)

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ
Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, (QS.11/Huud : 82)

إِلاَّءَالَ لُوطٍ إِنَّا لَمُنَجُّوهُمْ أَجْمَعِينَ
Kecuali Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan menyelamatkan mereka semuanya, (QS.15 /Al-Hijr : 59)

Ketiga : Umat yang tidak berkemauan serius menegakkan syari’at Allah

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلاَ تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ  وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلاَ تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلاَ تَعْثَوْا فِي اْلأَرْضِ مُفْسِدِينَ  بَقِيَّةُ اللهِ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ وَمَا أَنَا عَلَيْكُمْ بِحَفِيظٍ
Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syu`aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan Syu`aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu." (QS. 11/Huud : 84-86)

Mereka berkata: "Hai Syu`aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal."
Syu`aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.
Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Huud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.
Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.
Mereka berkata: "Hai Syu`aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.
Syu`aib menjawab: "Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedang Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang di belakangmu? Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan."
Dan (dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu."
Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu`aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. (QS. 11/Huud : 87-94)

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ  وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ اْلأَلِيمُ
Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,   dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (QS.15 /Al-Hijr : 49-50)

Demikian pula peristiwa kejadian umat-umat terdahulu telah diperingatkan Allah dengan ditimpakannya bencana yang membinasakan.


Bencana alam gempa bumi dan gelombang air pasang tsunami 26 Desember 2004 lalu memberikan peringatan kepada umat manusia seluruh penduduk bumi akan 4 hal :

Peringatan pertama : Bagi orang-orang yang beriman yang menjadi korban meninggal merupakan cara Allah mengangkat derajat mereka ke setara dengan derajat mati syahid. Dan bagi orang-orang yang beriman yang masih hidup kejadian itu menjadi ujian yang mengangkat derajat kepada yang lebih tinggi yaitu derajat kesabaran. Fenomenanya dapat disaksikan pada akibat bencana 26 Desember 2004 itu di Aceh.


Foto 1 :
Masjid tetap tegak berdiri diguncang gempa
dan diterjang tsunami 2004 di Aceh,
bangunan lainnya rata dengan tanah




Peringatan kedua : Bagi orang-orang yang musyrik yaitu orang-orang yang menyembah selain Allah, maka ia merupakan peristiwa yang pernah menimpa kaum Nabi Nuh ‘alaihis-salaam. Fenomenanya dapat disaksikan pada akibat bencana 26 Desember 2004 itu di Thailand, India dsb.
Foto 2 :
Masjid tetap tegak berdiri diguncang gempa
dan diterjang tsunami 2004 di Aceh
Peringatan ketiga : Sedangkan bagi orang-oroang yang fasiq yaitu  yang berprilaku ma’shiat maka ia merupakan peristiwa yang pernah menimpa kaum Nabi Luth ‘alaihis-salaam. Fenomenanya dapat disaksikan pada akibat bencana 26 Desember 2004 itu di pantai-pantai Thailand

Foto 3 :
Masjid tetap tegak berdiri diguncang gempa
dan diterjang tsunami 2004 di Aceh

Foto 4 :
Masjid tetap tegak berdiri diguncang gempa
dan diterjang tsunami 2004 di Aceh
Peringatan keempat : Dan adapun bagi orang-orang yang tidak berkemauan serius menegakkan syari’at Allah maka ia merupakan peristiwa yang pernah menimpa kaum Nabi Sy’aib ‘alaihis-salaam. Fenomenanya dapat disaksikan pada akibat bencana 26 Desember 2004 itu di Aceh.


Adapun pesan Ilahiah dari Allah pada peristiwa musibah 26 Desember 2004 itu secara umum hendaknya menyadarkan manusia untuk melaksanakan perintah Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Muddatstsir ayat 5.
Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman :

وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah (QS :  /Al-Muddatstsir : 5)

Perintah pada ayat ini adalah perintah untuk hijrah :
Pertama : hijrah dari (meninggalkan) menyembah berhala menuju mentauhidkan Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa sesuai ikrar syahadat tidak beribadah memperhambakan diri kepada selain Allah.
Kedua : hijrah dari (meninggalkan) dosa ma’shiat yaitu perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah menuju kepada ketaatan melaksanakan perintah-Nya.
Ketiga : hijrah dari (meninggalkan) ideology, ajaran hidup, faham dan way of life yang tidak diajarankan Allah menuju kepada pilihan sadar menjadi bagian perjuangan penegakan ajaran Islam.
Mulai dari saat disadarkan oleh peringatan Allah dengan gempa bumi dan gelombang pasang tsunami ini indikator ahli surga adalah hijrah dari penolakan ajaran Islam menuju kepada pilihan sadar menjadi bagian perjuangan mentaati ajaran Islam.
Hijrah dari menghindari ajaran Islam menuju kepada pilihan sadar menjadi bagian perjuangan penegakan ajaran Islam
Hijrah dari memusuhi, memfitnah dan menarjet sebagai musuh terhadap perjuangan penerapan ajaran Islam dengan menstigmanya sebagai literer, fundamentalis, radikal dengan stigma jahat menuju kepada pilihan sadar menjadi bagian perjuangan penerapan ajaran Islam.
Hijrah dari tabiat kerdil inferior terhadap karakter suku, ras, agama dan golongan membenci, mengutuk, melucuti identitas dan pembunuhan karakter ajaran Islam menuju kepada pilihan sadar menjadi bagian perjuangan pelaksanaan ajaran Islam.
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ  وَلاَ تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ  وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
Dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan materi) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-mu, bersabarlah.(QS. 74/ Al-Muddatstsir : 5-7)

Ini berarti perubahan dari enjoy dengan kehidupan yang berindukkan neraka menuju kepada perubahan diri menjadi berkarakteristik ahli surga.

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...