Dikutip dari Pengajian
At-Taubah, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang,
disampaikan oleh Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar, Ahad, 10 Februari 2013
disampaikan oleh Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar, Ahad, 10 Februari 2013
ADAB
Ad-Darimy dalam kitabnya As-Sunan meriwayatkan :
Dari Sa'd bin Hisyam dari 'Amir, ia berkata : Aku datang
kepada 'Aisyah radhiyallaahu 'anhaa, kemudian aku bertanya : Wahai Ummul-Mu'minin,
beritakanlah kepadaku tentang akhlak (keberadaban) Rasulullah shallallaahu
'alaihi wa sallam !. Ia menjawab : Akhlak (keberadaban) beliau adalah
Al-Qur'an. Tidakkah engkau membaca Al-Qur'an, firman Allah Subhaanahu wa
Ta'aalaa :
Dan sesungguhnya engkau berakhlak (berkeberadaban) yang
agung (QS. 68/Al-Qalam : 4) (HR Ahmad)
Oleh karena juga 'Aisyah mengatakan bahwa akhlaq Rasulullah adalah
Al-Qur'an, adab maupun akhlaq itu bukan hanya moral di satu
sisi sedang di sisi lain yang bukan moral adalah kredo/iman dan hukum.
Dalam adab tidak dipisahkan antara keimanan, hukum dan
moral. Adab Qur'ani adalah iman sekaligus hukum dan moral.
Pernyataan ahli hukum bahwa orang yang taat moral berarti
taat hukum sedangkan orang yang taat hukum belum tentu taat moral tidak berlaku
untuk melemahkan kepastian adab yang adalah Al-Qur'an. Demikian pula dengan
demikian peradaban dari hakikat adab ini tidak mengenal terjemahan peradaban
dengan harga murah kepada civilization.
Lembaga komunal orang-orang beriman yang merupakan partikel
peradaban termasuk diantaranya lembaga pernikahan bersuami istri adalah lembaga
yang terdiri dari orang-orang yang imannya mentaati ayat-ayat Allah memimpin
akalnya. Sedangkan akal yang diusung untuk menghancurkan dan mengambil alih
kepeimimpinan iman mentaati ayat Allah hanyalah menghancurkan peradaban dari
kepemimpinan yang diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.
Sungguh keterlaluan umat manusia , tidak mau menyadari bahwa
ini berarti basis fundamental kebiadaban telah diasaskan.
Tidak pula adab pada hakikatnya itu dengan kepastian hukum
Allah untuk ditaati bisa dirusak oleh serangan pernyataan hukum yang sangat
kental kaidah falsafah hukumnya walaupun sering dianggap disandarkan dari
Rasulullah, seperti pernyataan Pak Kiai berikut ini :
Pertanyaan :
Pak Kiai, apa benar cerai itu halal tapi termasuk perbuatan yang dicela Allah?
Jawaban :
Pernyataan tersebut ada pada hadis Rasulullah saw. Perbuatan yang halal di sisi Allah, tapi dimurkai oleh Allah adalah talak.
Pak Kiai, apa benar cerai itu halal tapi termasuk perbuatan yang dicela Allah?
Jawaban :
Pernyataan tersebut ada pada hadis Rasulullah saw. Perbuatan yang halal di sisi Allah, tapi dimurkai oleh Allah adalah talak.
Pernikahan dan Perceraian
Hakikat pernikahan itu mesti terjadi karena perintah dan
larangan Allah itu adalah hukum Allah untuk ditaati dan karena sunnah
Rasulullah untuk diikuti.
Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian,
dan orang-orang yang layak (untuk nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. (QS. 24/An-Nuur : 32)
Dari.'A-isyah radhiyallaahu 'anhaa, ia berkata :
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Nikah itu sunnah
kenabian-ku. Maka barangsiapa tidak suka sunnah kenabian-ku maka ia bukan
bagian dariku. Bersuami-istrilah kalian, sesungguhnya aku (adalah nabi) yang
banyak umatnya dengan kalian. Barangsiapa berkelapangan hendaklah ia menikah.
Dan barangsiapa yang tidak mendapatkan kelapangan itu maka hendaklah ia
berpuasa, karena sesungguhnya shiyam itu adalah perisai baginya. (HR. Ibnu
Majah)
Hakikat perceraian itu mesti terjadi karena status hukum
bersuami istri yang merusak hukum Allah yang semestinya untuk ditaati.
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah
kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan
mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.
Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan
tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya.
Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan
perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu
bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah
hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana. (QS. 60/Al-Mumtahanah : 10)
Catatan Adab Berkenaan dengan Pernikahan dan Perceraian :
Pertama : Oleh karena
pernikahan itu mesti terjadi karena adalah perintah Allah dan sunnah Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka perceraianpun bila itu mesti
terjadi keberadabannya ada pada tidak dilanggarnya tujuan pernikahan.
Tidak melanggar tujuan pernikahan yaitu melaksanakan ajaran
dari Sang Pencipta.
Kedua : Termasuk hal
yang mendasar dalam prikemanusiaan yang adil dan beradab adalah bahwa pernikahan
dan perceraian kalaupun itu mesti terjadi tidaklah melanggar hak Allah untuk
ditaati
Tidak melanggar hak Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa
untuk ditaati ayat-ayat-Nya dan untuk tidak disekutukannya Allah dengan sesuatu
dansiapapun juga selain Allah.
Ibadatilah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. (QS. 4/An-Nisaa' : 36)
Mengibadati Allah ialah mentaati ayat-ayat-Nya
Ketiga :Pernikahan dan
perceraian yang beradab tidak menundukkan cita-cita penghuni surga pada cinta
dunia
Tidak menundukkan cita-cita menjadi penghuni surga Allah di
alam akhirat kelak dengan kepentingan dunia yang dicintai dibawah bayang-bayang
neraka. Karena hal itu sama dengan menggantikan hakikat kehidupan yaitu di akhirat
dengan senda gurau dan main-main yaitu kehidupan dunia.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau
mereka mengetahui. (QS. 29/Al-'Ankabuut : 63)
Keempat : Tidak
Menundukkan Ketaatan pada Allah dibawah keinginan hawa nafsu dan syetan adalah
hal mendasar keberadaban
Lembaga rumah tangga bersuami istri yang dibangun untuk
lembaga ketaatan pada Allah dan Rasulnya, orang-orang beriman bertanggungjawab
untuk tidak dibiarkan rusak akibat mengikuti keinginan hawa nafsu dan syetan.
Karena perpecahan di dalamnya adalah agenda musuh-musuh
Allah dari kalangan syetan jin dan manusia.
Kelima : Berada dalam
pernikahan maupun berpisah dengan perceraianpun dengan cara yang baik termasuk
kategori keberadaban. Adapun dengan cara yang tidak ma'ruf dan tidak baik
adalah cara-cara yang kurang beradab.
Firman Allah :
Talak (yang dapat
dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma`ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik.
(QS.2/Al-Baqarah : 229)
Kelima : Keberadaban
dalam urusan nikah-cerai tidak menghancurkan kebaikan lembaga pernikahan Islami
dan tidak melestarikan pemudharatannya. Hancur dan termudharatinya kebaikan
lembaga pernikahan Islami adalah indikator kebiadaban.
Kalaupun
perceraian adalah jalan yang diambil maka hendaklah perceraian karena
berlangsungnya rumah tangga bersuami istri itu melemahkan ketaatan kepada
ayat-ayat Allah, jeleknya adab dan termudharatinya lembaga pernikahan dan pelaksanaan
ajaran Islami. Kemudian perceraian itu hendaklah dimaksudkan untuk membangun
keluarga yaitu lembaga rumah tangga yang lebih baik secara Islami dengan maksud
Allah menjadikan jalan keluar dan mengeluarkan dari kemudharatan.
Keenam : Keberadaban dalam
urusan nikah-cerai adalah secara umum tidak dijadikannya wanita menanggung status
menggantung. Sebaliknya adalah tidak beradab.
Dan kalian
tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita, walaupun kalian sangat
ingin berbuat demikian, karena itu janganlah cenderung kepada setiap
kecenderungan (hawa nafsu), sehingga kalian membiarkannya seperti yang
menggantung, terkatung-katung. Dan jika kalian mengadakan kemaslahatan dan
memelihara diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. 4/An-Nisaa' : 129)
Ketujuh : Keberadaban
dan kebiadaban nikah-cerai juga dilihat dari apakah melangkahi daya upaya perbaikan
yang ditentukan Allah.
Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka utuslah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 4/An-Nisaa' : 35)
Bila pernikahan (poligami atau monogami) sah syarat dan rukunnya menurut ajaran Allah, berarti ajaran allah yang diperjuangkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah ditegakkan. Bila ada yang menghendaki perceraiannya maka adalah merusak yang sah yang diperjuangkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Bila martabat perusak perjuangan Rasulullah itu yang dipilih, bagaimana dirinya berharap lepas dari penderitaan yang menghinakan martabatnya baik ia membangun pernikahan lain atau tidak.
Kezhaliman yang diderita sekarang karena suami istri itu telah zhalim, pernikahannya dulu bukan perjanjian sakral keduanya demi mentaati Allah. Pasti karena perolehan kesenangan duniawi. Ini hanya penyampaian wasiat Allah : BERATUBATLAH ! Bila tidak, silahkan minta tolong kepada selain Allah.
Bila hawa nafsu tetap berambisi merusak ajaran Allah yang telah dilaksanakan dengan sah itu maka semua fihak yang disebut dalam QS. 4/An-Nisaa' : 35 itu akan dituntut di hadapan Allah untuk menanggung konsekuensi dan risiko tak bermartabatnya di dunia dan di akhirat.
Pesan ini mengandung kewajiban disampaikan kepada semua fihak yang tersebut dalam ayat itu (termasuk lelaki, perempuan, masing-masing wali keduanya serta fihak-fihak di pengadilan yang menangani perkaranya)
Bila pernikahan (poligami atau monogami) sah syarat dan rukunnya menurut ajaran Allah, berarti ajaran allah yang diperjuangkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah ditegakkan. Bila ada yang menghendaki perceraiannya maka adalah merusak yang sah yang diperjuangkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Bila martabat perusak perjuangan Rasulullah itu yang dipilih, bagaimana dirinya berharap lepas dari penderitaan yang menghinakan martabatnya baik ia membangun pernikahan lain atau tidak.
Kezhaliman yang diderita sekarang karena suami istri itu telah zhalim, pernikahannya dulu bukan perjanjian sakral keduanya demi mentaati Allah. Pasti karena perolehan kesenangan duniawi. Ini hanya penyampaian wasiat Allah : BERATUBATLAH ! Bila tidak, silahkan minta tolong kepada selain Allah.
Bila hawa nafsu tetap berambisi merusak ajaran Allah yang telah dilaksanakan dengan sah itu maka semua fihak yang disebut dalam QS. 4/An-Nisaa' : 35 itu akan dituntut di hadapan Allah untuk menanggung konsekuensi dan risiko tak bermartabatnya di dunia dan di akhirat.
Pesan ini mengandung kewajiban disampaikan kepada semua fihak yang tersebut dalam ayat itu (termasuk lelaki, perempuan, masing-masing wali keduanya serta fihak-fihak di pengadilan yang menangani perkaranya)
Analogikan diri merupakan bagian dari ritual shalat Jum'at, khathib, imam ataupun jama'ah, kemudian dengarkan suatu pesan yang mengingatkan berikut ini.
Wahai Khathib, Imam dan Jama'ah shalat Jum'at.
Bila Islam itu negara dimana Rasulullah semula adalah kepala
negara, penglima militer dan pemimpin pemerintahan, maka kini di seluruh
permukaan bumi tidak boleh disuarakan lagi karena telah diharamkan oleh manusia
bukan oleh Allah. Bila Islam itu agama untuk mengurus satu bagian saja urusan
kehidupan manusia dimana di bagian lain agama diharamkan ikut campur mengurusinya
yaitu urusan negara, pemerintahan dan politik, maka kini para pemimpin agama apapun
dengan ajaran iman, peribadatan dan moralnya hingga pada bagian terkecil
partikel peradaban yaitu lembaga rumah tangga laki-perempuan bersuami istri,
yang dari Allah tak diindahkan, tak ditaati, kenyataannya sekarang ini tak ada
gunanya lagi melawan riba dengan darah dagingnya berupa korupsi, demikian pula
melawan narkoba. Yang ada tinggallah di sudut-sudut tempat peribadatan agama
apapun sebagai pelipur lara, wisata ruhani, rekreasi mental dan asessori batin saja.
Yang tiada arti apa-apa inipun apakah masih bukan lagi karena hak Allah untuk
ditaati ajaran-Nya. Untuk tidak dilanggar hak-Nya, demikian pula hak-Nya untuk
diibadati tanpa menyekutukan Allah dengan siapa dan apapun juga lain-Nya.