Jumat, 08 Maret 2013

Keberadaban dan Kebiadaban Nikah-cerai

Dikutip dari Pengajian At-Taubah, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang,
disampaikan oleh Ustadz Ali Masrum Al-Mudhoffar, Ahad, 10 Februari 2013
      


ADAB


Ad-Darimy dalam kitabnya As-Sunan meriwayatkan : 
Dari Muhammad bin Yusuf dari Mis'ar dari Ma'n bin Abdurrahman dari Ibnu Mas'ud yang berkata : Tidaklah orang yang mendidik melainkan ia cinta untuk ia dijadikan beradab dengan adabnya. Dan sesungguhnya adab Allah adalah Al-Qur'an.




 

Dari Sa'd bin Hisyam dari 'Amir, ia berkata : Aku datang kepada 'Aisyah radhiyallaahu 'anhaa, kemudian aku bertanya : Wahai Ummul-Mu'minin, beritakanlah kepadaku tentang akhlak (keberadaban) Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam !. Ia menjawab : Akhlak (keberadaban) beliau adalah Al-Qur'an. Tidakkah engkau membaca Al-Qur'an, firman Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa :
 Dan sesungguhnya engkau berakhlak (berkeberadaban) yang agung (QS. 68/Al-Qalam : 4) (HR Ahmad)

Oleh karena juga 'Aisyah mengatakan bahwa akhlaq Rasulullah adalah Al-Qur'an, adab maupun akhlaq itu bukan hanya moral di satu sisi sedang di sisi lain yang bukan moral adalah kredo/iman dan hukum.

Dalam adab tidak dipisahkan antara keimanan, hukum dan moral. Adab Qur'ani adalah iman sekaligus hukum dan moral.
Pernyataan ahli hukum bahwa orang yang taat moral berarti taat hukum sedangkan orang yang taat hukum belum tentu taat moral tidak berlaku untuk melemahkan kepastian adab yang adalah Al-Qur'an. Demikian pula dengan demikian peradaban dari hakikat adab ini tidak mengenal terjemahan peradaban dengan harga murah kepada civilization.

Lembaga komunal orang-orang beriman yang merupakan partikel peradaban termasuk diantaranya lembaga pernikahan bersuami istri adalah lembaga yang terdiri dari orang-orang yang imannya mentaati ayat-ayat Allah memimpin akalnya. Sedangkan akal yang diusung untuk menghancurkan dan mengambil alih kepeimimpinan iman mentaati ayat Allah hanyalah menghancurkan peradaban dari kepemimpinan yang diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa.
Sungguh keterlaluan umat manusia , tidak mau menyadari bahwa ini berarti basis fundamental kebiadaban telah diasaskan.

Tidak pula adab pada hakikatnya itu dengan kepastian hukum Allah untuk ditaati bisa dirusak oleh serangan pernyataan hukum yang sangat kental kaidah falsafah hukumnya walaupun sering dianggap disandarkan dari Rasulullah, seperti pernyataan Pak Kiai berikut ini :

Pertanyaan :
Pak Kiai, apa benar cerai itu halal tapi termasuk perbuatan yang dicela Allah?
Jawaban :
Pernyataan tersebut ada pada hadis Rasulullah saw. Perbuatan yang halal di sisi Allah, tapi dimurkai oleh Allah adalah talak.

Pernikahan dan Perceraian

Hakikat pernikahan itu mesti terjadi karena perintah dan larangan Allah itu adalah hukum Allah untuk ditaati dan karena sunnah Rasulullah untuk diikuti.



Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian, dan orang-orang yang layak (untuk nikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. (QS. 24/An-Nuur : 32)
 Dari.'A-isyah radhiyallaahu 'anhaa, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Nikah itu sunnah kenabian-ku. Maka barangsiapa tidak suka sunnah kenabian-ku maka ia bukan bagian dariku. Bersuami-istrilah kalian, sesungguhnya aku (adalah nabi) yang banyak umatnya dengan kalian. Barangsiapa berkelapangan hendaklah ia menikah. Dan barangsiapa yang tidak mendapatkan kelapangan itu maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya shiyam itu adalah perisai baginya. (HR. Ibnu Majah)

Hakikat perceraian itu mesti terjadi karena status hukum bersuami istri yang merusak hukum Allah yang semestinya untuk ditaati.
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami-suami) mereka mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. 60/Al-Mumtahanah : 10)

Catatan Adab Berkenaan dengan Pernikahan dan Perceraian :

Pertama : Oleh karena pernikahan itu mesti terjadi karena adalah perintah Allah dan sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka perceraianpun bila itu mesti terjadi keberadabannya ada pada tidak dilanggarnya tujuan pernikahan.
Tidak melanggar tujuan pernikahan yaitu melaksanakan ajaran dari Sang Pencipta.

Kedua : Termasuk hal yang mendasar dalam prikemanusiaan yang adil dan beradab adalah bahwa pernikahan dan perceraian kalaupun itu mesti terjadi tidaklah melanggar hak Allah untuk ditaati 

Tidak melanggar hak Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa untuk ditaati ayat-ayat-Nya dan untuk tidak disekutukannya Allah dengan sesuatu dansiapapun juga selain Allah.
 Ibadatilah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. (QS. 4/An-Nisaa' : 36)

Mengibadati Allah ialah mentaati ayat-ayat-Nya

Ketiga :Pernikahan dan perceraian yang beradab tidak menundukkan cita-cita penghuni surga pada cinta dunia

Tidak menundukkan cita-cita menjadi penghuni surga Allah di alam akhirat kelak dengan kepentingan dunia yang dicintai dibawah bayang-bayang neraka. Karena hal itu sama dengan menggantikan hakikat kehidupan yaitu di akhirat dengan senda gurau dan main-main yaitu kehidupan dunia.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. 29/Al-'Ankabuut : 63)

Keempat : Tidak Menundukkan Ketaatan pada Allah dibawah keinginan hawa nafsu dan syetan adalah hal mendasar keberadaban

Lembaga rumah tangga bersuami istri yang dibangun untuk lembaga ketaatan pada Allah dan Rasulnya, orang-orang beriman bertanggungjawab untuk tidak dibiarkan rusak akibat mengikuti keinginan hawa nafsu dan syetan.
Karena perpecahan di dalamnya adalah agenda musuh-musuh Allah dari kalangan syetan jin dan manusia.

Kelima : Berada dalam pernikahan maupun berpisah dengan perceraianpun dengan cara yang baik termasuk kategori keberadaban. Adapun dengan cara yang tidak ma'ruf dan tidak baik adalah cara-cara yang kurang beradab.

Firman Allah :
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma`ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS.2/Al-Baqarah : 229)

Kelima : Keberadaban dalam urusan nikah-cerai tidak menghancurkan kebaikan lembaga pernikahan Islami dan tidak melestarikan pemudharatannya. Hancur dan termudharatinya kebaikan lembaga pernikahan Islami adalah indikator kebiadaban.



Kalaupun perceraian adalah jalan yang diambil maka hendaklah perceraian karena berlangsungnya rumah tangga bersuami istri itu melemahkan ketaatan kepada ayat-ayat Allah, jeleknya adab dan termudharatinya lembaga pernikahan dan pelaksanaan ajaran Islami. Kemudian perceraian itu hendaklah dimaksudkan untuk membangun keluarga yaitu lembaga rumah tangga yang lebih baik secara Islami dengan maksud Allah menjadikan jalan keluar dan mengeluarkan dari kemudharatan.



Keenam : Keberadaban dalam urusan nikah-cerai adalah secara umum tidak dijadikannya wanita menanggung status menggantung. Sebaliknya adalah tidak beradab.


Dan kalian tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah cenderung kepada setiap kecenderungan (hawa nafsu), sehingga kalian membiarkannya seperti yang menggantung, terkatung-katung. Dan jika kalian mengadakan kemaslahatan dan memelihara diri, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 4/An-Nisaa' : 129)


Ketujuh : Keberadaban dan kebiadaban nikah-cerai juga dilihat dari apakah melangkahi daya upaya perbaikan yang ditentukan Allah.

Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka utuslah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. 4/An-Nisaa' : 35)

Bila pernikahan (poligami atau monogami) sah syarat dan rukunnya menurut ajaran Allah, berarti ajaran allah yang diperjuangkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam telah ditegakkan. Bila ada yang menghendaki perceraiannya maka adalah merusak yang sah yang diperjuangkan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Bila martabat perusak perjuangan Rasulullah itu yang dipilih, bagaimana dirinya berharap lepas dari penderitaan yang menghinakan martabatnya baik ia membangun pernikahan lain atau tidak.
Kezhaliman yang diderita sekarang karena suami istri itu telah zhalim, pernikahannya dulu bukan perjanjian sakral keduanya demi mentaati Allah. Pasti karena perolehan kesenangan duniawi. Ini hanya penyampaian wasiat Allah : BERATUBATLAH ! Bila tidak, silahkan minta tolong kepada selain Allah. 
Bila hawa nafsu tetap berambisi merusak ajaran Allah yang telah dilaksanakan dengan sah itu maka semua fihak yang disebut dalam QS. 4/An-Nisaa' : 35 itu akan dituntut di hadapan Allah untuk menanggung konsekuensi dan risiko tak bermartabatnya di dunia dan di akhirat.
Pesan ini mengandung kewajiban disampaikan kepada semua fihak yang tersebut dalam ayat itu (termasuk lelaki, perempuan, masing-masing wali keduanya serta fihak-fihak di pengadilan yang menangani perkaranya)

Analogikan diri merupakan bagian dari ritual shalat Jum'at, khathib, imam ataupun jama'ah, kemudian dengarkan suatu pesan yang mengingatkan berikut ini.

Wahai Khathib, Imam dan Jama'ah shalat Jum'at.
Bila Islam itu negara dimana Rasulullah semula adalah kepala negara, penglima militer dan pemimpin pemerintahan, maka kini di seluruh permukaan bumi tidak boleh disuarakan lagi karena telah diharamkan oleh manusia bukan oleh Allah. Bila Islam itu agama untuk mengurus satu bagian saja urusan kehidupan manusia dimana di bagian lain  agama diharamkan ikut campur mengurusinya yaitu urusan negara, pemerintahan dan politik, maka kini para pemimpin agama apapun dengan ajaran iman, peribadatan dan moralnya hingga pada bagian terkecil partikel peradaban yaitu lembaga rumah tangga laki-perempuan bersuami istri, yang dari Allah tak diindahkan, tak ditaati, kenyataannya sekarang ini tak ada gunanya lagi melawan riba dengan darah dagingnya berupa korupsi, demikian pula melawan narkoba. Yang ada tinggallah di sudut-sudut tempat peribadatan agama apapun sebagai pelipur lara, wisata ruhani, rekreasi mental dan asessori batin saja. Yang tiada arti apa-apa inipun apakah masih bukan lagi karena hak Allah untuk ditaati ajaran-Nya. Untuk tidak dilanggar hak-Nya, demikian pula hak-Nya untuk diibadati tanpa menyekutukan Allah dengan siapa dan apapun juga lain-Nya.

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...