Kamis, 02 Juni 2011

Shalat Hajat, Ritual Dalam Pertanyaan

Pertanyaan :
Ustadz, adakah shalat hajat dalam ajaran Islam?. Saya pernah membaca buku tentang shalat disebutkan ajaran shalat hajat. Tetapi saya betanya pada teman saya tentang hal ini, ia mengatakan, tidak ada.

Jawaban :
Seyogyanya, janganlah bertanya tentang adanya ajaran Islam untuk shalat hajat atau tidak adanya.
Bila mendapati haditsnya, semestinya diteliti apakah isi dan periwayatan hadits itu benar dari Rasulullah. Bila benar, lakukanlah sebagai cara untuk melaksanakan perintah Allah :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Rabb kalian berfirman: "Berdo`alah kepada-Ku, niscaya Aku menjawab dengan dikabulkannya bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari mengibadati Aku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. 40/Al-Mu'min : 60)
Dengan melaksanakan ajaran shalat dalam hadits yang isi dan periwayatannya benar dari Rasulullah, selesai masalahnya. Tidak ada urusannya, apakah shalat itu mau disebut shalat hajat, shalat supaya do’a dikabulkan, shalat mutlak atau apapun sebutannya, selesai. Kita sendiri bisa menyebutkannya sebagai shalat apapun dengan sebutan kandungan do’a yang akan dipanjatkan.
Bila tidak ada, janganlah dilakukan, dengan demikian kita tidak perlu membebani diri dengan apa yang sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya tidak membebankkannya.
Berikut adalah diantara hadits-hadits yang dikatakan sebagai tuntunan shalat hajat.
Dalam kitab Al-Musnad-nya, Ahmab bin Hanbal menulis pada nomor 26225 hadits dari Muhammad bin Bakr dari Maimun ya'ni Abu Muhammad Al-Maraiy At-Tamimy dari Yahya bin Abi Katsir meriwayatkan :
عَنْ يُوسُفَ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ صَحِبْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَعَلَّمُ مِنْهُ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ آذِنِ النَّاسَ بِمَوْتِي فَآذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِهِ فَجِئْتُ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ فَقُلْتُ قَدْ آذَنْتُ النَّاسَ بِمَوْتِكَ وَقَدْ مُلِئَ الدَّارُ وَمَا سِوَاهُ قَالَ أَخْرِجُونِي فَأَخْرَجْنَاهُ قَالَ أَجْلِسُونِي قَالَ فَأَجْلَسْنَاهُ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا أَعْطاَهُ اللهُ مَا سَأَلَ مُعَجِّلاً أَوْ مُؤَخِّرًا
قَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَاْلإِلْتِفَاتَ فَإِنَّهُ لاَ صَلاةَ لِلْمُلْتَفِتِ فَإِنْ غُلِبْتُمْ فِي التَّطَوُّعِ فَلاَ تُغْلَبُنَّ فِي الْفَرِيضَةِ
Dari Yusuf bin Abdullah bin Salam, ia berkata : Aku bersahabat dengan Abu Darda', aku belajar darinya. Pada saat-saat kedatangan kematiannya Abu Darda' berkata : "Panggilkan manusia pada saat-saat aku menghadapi kematian". Maka aku memanggil manusia pada saat-saat ia menghadapi kematiannya, maka aku datang dan rumah itu dan lainnya telah penuh.
Yusuf bin Abdullah bin Salam berkata : Aku berkata : Sungguh aku telah memanggil manusia pada saat-saat engkau menghadapi kematianmu, dan rumah ini dan lainnya telah penuh.
Abu Darda' berkata : "Keluarkanlah aku!"
Maka mengeleurkan dia.
Abu Darda' berkata : "Dudukkanlah aku!"
Maka kami mendudukkan dia.
Abu Darda' berkata : "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shalallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Siapa yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya itu, kemudian shalat dua raka'at  dan menyempurnakan kedua raka'atnya itu maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat"
Abu Darda' berkata :  Jagalah dirimu dari luput memperlakukan. Karena tidak ada shalat bagi orang yang luput memperlakukan. Jika kalian dikalahkan oleh pelaksanaan tathawwu' yang bukan fardhu, maka janganlah kalian dikalahkan yang kalian mengalahkan yang fardhu ( HR.Ahmad )

Hadits ini sanadnya (urut-urutan periwayatannya) ada yang terputus yaitu periwayatan antara Yahya bin Abi Katsir terputus tidak langsung dari Yusuf bin Abdullah bin Salam dan Ahmad bin Hanbal meriwayatkan hadits ini sendirian.

Walaupun tanpa kata-kata Abu Darda' yang maksudnya adalah janganlah shalat tathawwu' yang bukan fardhu dilakukan mengalahkan pelaksanaan shalat fardhu dengan pertimbangan urut-urutan periwayatan dari Abu Darda' itu ada yang terputus, seyogyanya dengan sendirinya orang yang adil mesti menggunakan pertimbangan untuk tidak mengalahkan pelaksanaan shalat fardhu dengan mengutamakan shalat tathawwu'.
Hal yang fatal terjadi pada seorang pemuda dari Tanjunganom, Desa Bulurejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Sebut saja ia Bin Al-Hadi. Pemuda yang lahir tahun 1986 itu tidak kunjung terentaskan dari permasalahan hidup diri dan keluarganya. Ia berusaha mencari jalan keluar dari keadaan yang kurang menguntungkan itu dengan aktif mengikuti upacara-upacara istighatsah yang jamak digelar masyarakat beragama Islam sebagai upacara ritual berdo'a dan mengadu kepada Tuhan secara seremonial, dzikir bersama dan sebagainya. "Istighatsah" adalah kata dalam bahasa Arab yang arti literalnya "pengaduan". Upacara istghatsah yang sering diikutinya di kota pesantren itu biasa berlangsung hingga larut malam menjadikan pemuda itu sering terlewatkan shalat shubuhnya. Pada perkembangannya pemuda itu menjadi orang yang shalat fardhu lima waktunya tidak penuh terjaga dijalankan. Hasilnya, jalan hidupnya tidak saja secara duniawi tetap juga dalam kesempitan.

Dengan melaksanakan shalat dua raka'at yang dikatakan berdasarkan hadits terputus tersebut diatas dengan semangat berdo'a untuk mendapatkan jalan keluar dari permasalahan yang biasanya urusannya untuk kepentingan duniawi dilakukan oleh orang yang shalat malam bertahjjudnya kurang terjaga, maka shalat malam bertahajjud yang perintahnya langsung difirmankan Allah dalam Al-Qur'an QS. 17/Al-Israa' : 79 dan QS. 73/Al-Muzzammil : 1-4) bisa terkalahkan, luput diperlakukannya. Demikiain pula bila shalat malam bertahajjud mengalahkan ditegakkannya shalat fardhu lima waktu pada waktunya.
Apakah yang selayaknya diberikan Allah kepada orang yang membiarkan institusi lima rukun Islam yang diperjuangkan Rasulullah terbangun melembaga dalam kehidupan umat beriman sebagai kewajiban fardhu 'ain dibongkar menjadi rusak dikalahkan dengan melembagakan ritual-ritual dan upacara-upacara keagamaan yang tidak dilembagakan Rasulullah?. Apalagi bila sesuatu ritual atau sebagian dari syarat dan rukunnya, tathawwu' saja ia juga bukan yang diajarkan oleh beliau.
Rusak dan hancurnya institusi keenam rukun iman dan institusi kelima rukun Islam yang melembaga dalam kehidupan umat beriman yang dibangun Rasulullah dengan perjuangan beliau itu termasuk hasil dipecahbelahnya antara satu dengan yang lainnya rasul-rasul Allah, demikian pula malaikat-malaikat, kitab-kitab, ayat-ayat Allah dalam missi devide et impera.

Demikian pula ada yang mendasarkan pada hadits berikut ini, maka perhatikanlah untuk apa shalat dua raka'at ini dilakukan :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى اْلأَسْلَمِيِّ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللهِ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لِيَقُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِي ثُمَّ يَسْأَلُ اللهَ مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ مَا شَاءَ فَإِنَّهُ يُقَدَّرُ
Dari Abdullah bin Abi Aufa Al-Aslamy, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa yang baginya ada hajat (keperluan) pada Allah atau pada salah seorang dari makhluknya maka hendaklah ia berwudhu dan shalat dua raka'aat, kemudian hendaklah membaca :
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِي
Tiada yang hak diibadati kecuali Allah yang Mahasantun lagi Mahamulia. Mahasuci Allah Rabb-nya 'Arsy yang agung. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Allahumma ya Allah sesungguhnya aku meminta kepada Engkau dijawabnya (permintaanku akan) rahmat-Mu, dambaanku akan ampunan-Mu, perolehan akan setiap perbuatan bakti, keselamatan dari setiap dosa. Aku memohon kepada Engkau kiranya Engkau tidak membiarkan bagiku ini sesuatu dosapun kecuali Engkau mengampuninya, tidak pula yang membuatku merana kecuali Engkau berikan jalan keluarnya dan tidak pula sesuatu hajat yang adalah bagi-Mu Engkau ridha kecuali Engkau memenuhinya bagiku.
Kemudian ia meminta kepada Allah akan urusan dunia dan akhirat apa yang ia kehendaki, maka sesungguhnya ia akan ditakdirkan. (HR. Ibnu Majah)
Bacaan tahlil, tasbih dan tahmid kemudian bacaan do'a berikutnya tersebut dalam hadits ini menunjukkan koridor permintaan kepada Allah sehingga menjadi jelas dan pasti bahwa do'a yang tak ada hubungannya atau terlepas dari koridor itu (biasanya demi kesenangan duniawi) tidaklah pada tempatnya. Koridor itu ialah berdo'a akan rahmat Allah, ampunan-Nya, tidak terputus perolehan dari perbuatan taat pada ajaran-Nya, jalan keluar dan hajat yang diridhai Allah.
Demikian pula, sungguh tidak pada tempatnya bila dengan shalat kemudian do’anya menggunakan makhluk sebagai perantara, wasilah ataupun mantra.

Allah Subhaanahu wa Ta'aalaa berfirman :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَاْلأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS. 3/Aali 'Imraan : 133)
Dalam hal maksud yang dituju terdapat pula ketidakadilan yaitu ampunan Allah dan surga-Nya yang semestinya diburu untuk melaksanakan perintah Allah tersebut dikalahkan oleh perebutan kekuasaan, kekayaan dan kesenangan duniawi.

Demikian pula amal perbuatan riatual dan mencari karunia Allah dengan bekerja berprofesi untuk tujuan yang diperintahkan Allah itu disikapi tidak adil dengan melakoni peribadatan ritual untuk tujuan keuntungan dalam perebutan harta, kekuasaan, dan kesenangan  duniawi.
Dalam keadaan Rasulullah telah memberikan ajarannya dengan sabdanya :

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفُهُ وَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً فَلْيَعُذْ بِهِ 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Akan terjadi berbagai fitnah, di mana orang yang duduk pada masa fitnah itu lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, manakala orang yang berjalan lebih baik dari orang yang berlari melibatkan dirinya dalam fitnah tersebut, orang yang terlibat dalam fitnah tersebut akan mengalami kehancuran. Barasngsiapa yang mendapati tempat berlindung maka hendaklah ia berlindung dari fitnah tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَن أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ فِيهَا مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي فَاكْسِرُوا قِسِيَّكُمْ وَقَطِّعُوا أَوْتَارَكُمْ وَاضْرِبُوا بِسُيُوفِكُمُ الْحِجَارَةَ فَإِنْ دُخِلَ عَلَى أَحَدِكُمْ بَيْتَهُ فَلْيَكُنْ كَخَيْرِ ابْنَيْ آدَمَ
Dari Abu Musa radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya menjelang kiamat ada fitnah-fitnah seperti penggalan-penggalan malam yang gelap gulita. Pada pagi hari seseorang di masa fitnah itu dalam keadaan beriman dan pada sore hari dalam keadaan kafir. Pada sore hari ia dalam keadaan beriman dan pada pagi hari ia dalam keadaan kafir. Orang yang duduk di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berdiri. Orang yang berdiri di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berjalan. Orang berjalan di masa fitnah itu lebih baik dari pada orang yang berjalan cepat. Maka, patahkanlah busur-busur kalian, putus-putuslah tali-tali busur kalian dan pukulkanlah pedang-pedang pada batu. Maka jika salah seorang diantara kalian dimasuki fitnah pada rumahnya maka hendaklah ia seperti satu orang yang baik diantara dua anak Adam (seperti Habil dibunuh oleh Qabil) HR. (Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Thabrani dan Ibnu Hibban)

BULAN SUCI DIBAWAH KAKI ZIONIS

Disampaikan pada : Forum Kajian AT-TAUBAH Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf FK. UNDIP/RSUP Dr. Kariadi Semarang, Ahad 23 November 20...